Laporan Wartawan Tribun Bali, I Made Ardhiangga
TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Provinsi Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati menyoroti adanya transmigrasi di Nusa Penida.
Cok Ace begitu dia akrab disapa, menyatakan, bahwa seyogyanya program Transmigrasi tidak bisa tersentuh oleh masyarakat Bali, apabila beberapa hal mengenai pariwisata Bali dilakukan dengan benar.
Kebijakan transmigrasi, sambung dia, merupakan kebijakan yang sudah ada semenjak dulu.
Namun seiring dengan itu, masyarakat Bali menjadi tersisih di tanahnya sendiri.
Sejatinya, Bali dapat mengatasi itu dengan adanya Pariwisata Budaya, yang harusnya diperbaiki sistemnya. Yaitu, pariwisata, dan budaya sebagai daya tariknya.
"Karena itu, masyarakat berskala kecillah yang menjadi subjeknya ini. Sehingga subjek ini yang sejahtera," ucapnya, Jumat (18/3/2016).
Karena itu, menanggapi Nusa Penida, ironis sekali di tanah serombotan itu, masyarakatnya memilih Transmigrasi.
Sebab, Nusa Penida daerahnya dipandang memiliki potensi maju dalam sektor pariwisata budaya ke depannya.
"Nusa Penida itu bagus sekali. Dan punya masa depan dalam Pariwisata Budayanya," tegasnya.
Cok Ace mencontohkan, di Ubud, Gianyar, kenapa budaya di sana masih lestari, itu karena pelaku pariwisata mendapat buah atau kue dari pariwisata itu sendiri. Para penari bisa sekali main mendapatkan Rp 100 ribu hingga Rp 200 ribu sekali main.
Bukan bermaksud menjual budaya atau tradisi, tapi para pelestari budaya itu harus mendapat sesuatu dari apa yang dijaganya. Sehingga, mengenai persoalan Nusa Penida itu seharusnya bisa diatasi oleh Pemerintah.
"Budaya itu memberikan kesejahteraan, bukan menjual intinya. Tapi, kenapa bisa eksis para penari di Ubud, itu karena mereka mendapat dampak baik dari budayanya, sehingga kelestarian itu terus dijaga," tukasnya. (*)