Laporan Wartawan Tribunsumsel.com, Andi Agus Triyono
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - "Semoga yang ditanam di sini, pohon kelapa, pinang, aren, sagu, dan bermacam-macam pohon, buahnya dapat dimakan, demikian pula bambu haur, waluh, dan pattum, dan sebagainya; dan semoga juga tanaman-tanaman lainnya dengan bendungan-bendungan dan kolam-kolamnya, dan semua amal yang saya berikan, dapat digunakan untuk kebaikan semua makhluk "
Demikian petikan terjemahan prasasti Talang Tuo, yang ditemukan tahun 1920 di kaki Bukit Siguntang oleh residen Palembang keturunan Belanda bernama L.C Westenenk.
Prasasti berangka tahun 606 saka atau 23 Maret 684 Masehi itu telah mengajarkan harmonisasi antara manusia dengan alam untuk hidup berdampingan demi kebaikan semua makhluk.
"Dalam prasasti itu tersurat membuat taman untuk kebaikan semua makhluk. Raja Sriwijaya, Dahpunta Hyang, sudah memiliki pemikiran ke depan, bagaimana membangun alam yang kondisinya demikian," ungkap arkeolog Palembang, Nurhadi Rangkuti pada Tribunsumsel.com, Sabtu (26/3/2016).
Prasasti Talang Tuo menegaskan bila pendahulu kita di zaman Sriwijaya sudah memiliki pemikiran dan bukti tentang pembangunan yang berdampingan dengan alam.
Bagaimana mengelola sebuah kawasan sesuai dengan alam, tidak bertentangan dengan alam.
Selain dari prasasti Talang Tuo, hal lain bisa dilihat dari penemuan-penemuan situs dan artefak yang tersebar di kawasan Sumatera Selatan.
Dalam penemuan tersebut bisa disimpulkan tidak ada yang melawan alam. Semua penemuan berdampingan dengan alam.
Penemuan tiang kayu bangunan yang berasal dari pohon Medang di kawasan Air Sugihan, misalnya. Kata Rangkuti, penemuan itu menegaskan bahwa manusia zaman dulu tidak menentang alam. Mereka membangun sesuai dengan kondisi alam.
"Bangunan itu berada di pinggir sungai, atau daerah rawa. Tentunya mereka tidak menimbun, tapi membuat tiang. Seperti yang kita temukan dan tersebar di beberapa kawasan. Hal ini mengajarkan apabila zaman dulu benar-benar memperhatikan alam, membangun suatu peradaban disesuaikan dengan alam," ujarnya lagi.
Kanal-kanal yang berada di Taman Purbakala, Kelurahan Karang Anyar misalnya. Bangunan yang dibuat pada masa Sriwijaya itupun kata Rangkuti mengajarkan bagaimana hidup berdampingan dengan alam.
Kanal-kanal yang dibangun tersebut sebagai transportasi dan masalah keamanan. Sungai Musi, Sungai Ogan dan Bukit Siguntang bisa dilalui melalui kanal tersebut.
"Kanal-kanal itu memikirkan hubungan fungsional, Bukti Siguntang kemudian Sungai Musi dan juga Ogan. Transportasi yang juga sesuai alam," katanya.
Zaman Sriwijaya dengan Prasasti Talang Tuo-nya, kemudian penemuan-penemuan situs yang sebarannya berada di banyak titik sudah terlebih dahulu mengajarkan dan menunjukkan kepada masyarakat bahwa mereka berdampingan dengan alam, demikian kata Nurhadi Rangkuti.