Laporan wartawan Surya, Sri Handi Lestari
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Anak-anak yang orangtuanya memiliki riwayat alergi, berisiko terjangkit alergi sebesar 40 persen hingga 60 persen.
Risiko ini lebih besar lagi pada anak-anak yang orangtuanya punya riwayat alergi dan manifestasinya sama. Persentasenya sebesar 60 persen hingga 80 persen.
Hal itu diungkapkan Dr dr Anang Endaryanto Sp A (K), ahli alergi imunologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair) Surabaya saat di Surabaya, Kamis (31/3/2016).
"Sementara anak dengan salah satu orangtua memiliki riwayat alergi berisiko mengalami alergi sebesar 20 persen hingga 30 persen. Bahkan untuk yang orangtua tanpa riwayat alergi, tetap punya risiko alergi antara 5 persen sampai 15 persen," jelas dr Anang.
Sebesar apapun risiko yang dimiliki anak, penanganan sedini mungkin perlu ditempuh sehingga anak terhindar dari dampak jangka panjang alergi dan tumbuh kembang tidak terhambat.
Penanganan tersebut adalah dengan mengenal gejala alergi, alergen pemicu, dan memantau asupan nutrisi.
Penyakit alergi, timbul karena sistim imun anak memiliki sensitivitas yang berlebihan terhadap protein asing yang bagi individu lain tidak berbahaya.
"Anak-anak dengan risiko alergi protein susu sapi akan memberikan reaksi abnormal terhadap asupan nutrisi yang mengandung protein susu sapi karena interaksi antara satu atau lebih protein susu dengan satu atau lebih mekanisme kekebalan tubuh," jelas dr Anang.
Karena itu, nutrisi dan simulasi adalah kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam membentuk kecerdasan anak pada masa tumbuh kembang dan bagian pengasuhan yang dilakukan orang tua.
Dr dr Ahmad Suryawan SP A (K), Ketua Divisi Tumbuh Kembang Anak dan Remaja Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSU Dr Soetomo, menambahkan, apabila seorang anak sampai terkena alergi maka hal itu bisa mempengarui status kesehatannya.
Dampaknya, bisa juga mempengaruhi kualitas hidupnya seperti pada perilaku sosial, performa sekolah dan prestasi akademiknya.
"Dibutuhkan intervensi nutrisi yang tepat bagi anak-anak dengan risiko alergi agar anak-anak terhindar dari alergen pemicu. Tapi tetap mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan," jelas dokter yang akrab disapa dr Wawan itu.
Nutrisi yang dibutuhkan untuk mendukung tumbuh kembang yang optimal, intervensi nutrisi yang dapat dilakukan terhadap anak-anak dengan risiko tidak toleran terhadap protein susu sapi, salah satunya adalah dengan pemberian nutrisi dengan protein terhidrolisasi parsial.
Protein terhidrolisis parsial ini adalah sebuah hasil dari teknologi yang memotong mata rantai protein menjadi lebih pendek, dan memperkecil ukuran massa molekul protein sehingga protein akan lebih mudah dicerna dan diterima oleh anak.
Dalam kegiatan di ballroom Hotel JW Marriott Surabaya itu, Arif Mujahidin, Head of Corporate Affairs Sarihusada, mengenalkan Kartu Deteksi Dini (UKK) Alergi Imunologi yang diterbitkan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
"Kartu ini memuat nilai risiko keluarga pada ayah, ibu, dan saudara kandung ini dapat membantu orangtua untuk menghitung risiko alergi pada anak sehingga penanganannya dapat dilakukan sedini mungkin," tandas Arif.(*)