Laporan Wartawan Tribun Medan, Jefri Susetio
TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Organisasi Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) Sumatera Utara punya 63 hektar tanah di Ketapang, Kalimantan Barat.
Seluruh luas tanah ditanam berbagai jenis tumbuhan.
Mantan Ketua Gafatar Kota Pematangsiantar M Sofyan mengatakan, puluhan hektar tanah Eks Gafatar di Ketapang merupakan milik kolektif.
Artinya, tanah tersebut bukan hanya kepemilikan individu mantan Gafatar.
"Kami hidup di sana luar biasa senangnya. Lahan kami ada 63 hektar ada milik pribadi, ada milik organisasi dan MoU antara kami dengan warga sekitar. Hidup kami fokus ketahanan pangan," katanya di Balai Kota Medan, Sabtu (9/4/2016).
Pria berkulit sawo matang ini bilang, luas tanah dibagi untuk beberapa areal jenis kebutuhan pangan.
Sehingga, ada pemetaan lokasi perumahan, sekolah untuk anak-anak dan peternakan.
"Seluruh lokasi tanah dibagi empat unsur, pertama unsur peternakan, persawahan, ladang untuk bercocok tanam dan perikanan alias ada tambak. Kami punya komitmen 50 persen hasil panen diberikan warga sekitar," ujarnya.
Dia menambahkan, seluruh eks Gafatar sudah enam bulan berada di Ketapang. Program ketahanan pangan sudah dijalankan 60 persen dari keberhasilan.
Bahkan, bila tidak dipulangkan, seharusnya telah panen padi.
"Seharus padi sudah panen, tapi pemerintah mengharuskan kami pulang ke daerah masing-masing. Adapun lahan padi kami mencapai 10 hektar dan horikultura dua hektar," katanya.
Ia berujar, eks Gafatar Sumut punya lahan perikanan terdiri dari tambak dan lokasi budidaya ikan yang mencapai tiga atau empat hektar.
Tidak hanya itu, ada juga lokasi peternakan sapi, kambing, ayam dan bebek.
"Seluruh program itu sudah kami jalankan, hanya tinggal memperoleh hasil. Tapi kami dipulangkan pemerintah, kami datang ke sana bukan untuk menambah ekonomi tapi berikan kontribusi kepada pemerintah," ujarnya.
Eks anggota Gafatar di Ketapang, lanjutnya, majemuk, hampir seluruh komunitas agama dan suku membaur dan rukun.
Bahkan, selama ini mereka hidup secara mandiri.
"Kami di sana bangun secara mandiri, lokasi permukiman, sekolah dan ladang seluruhnya dikerjakan secara kolektif, ada kelompok-kelompok taninya. Bahkan, khusus bidang teknologi juga ada kelompoknya," katanya.
Ia berencana akan memulai hidup baru sepulang dari penampungan di Kota Pematangsiantar.
Ia berencana menetap sementara di rumah mertua dan memulai pekerjaan baru sebagai wiraswasta.