TRIBUNNNEWS.COM, TANJUNG SELOR – Penyelundupan kepiting bertelur ke Tawau, Malaysia masih dianggap marak.
Terakhir, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Kaltara bersama aparat keamanan menggagalkan upaya penyelundupan di Bulungan, Jumat jelang akhir pekan kemarin.
Amir Bakry, Kepala DKP Kaltara menjelaskan, terbitnya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penangkapan Lobster, Kepiting, dan Rajungan, belum menyurutkan niat sejumlah oknum menyelundupkan kepiting bertelur ke Tawau, Malaysia.
Bukan persoalan kurangnya pemahaman peternak/petambak kepiting maupun oknum lainnya terhadap peraturan menteri tersebut namun penyelundupan sengaja dilakukan untuk mendapat untung yang lebih.
“Kenapa orang tergiur, karena memang harga kepiting bertelur itu cukup mahal di Malaysia. Dihargai Rp 300 ribu per kilogram. Kalau di sini dijual lokal, paling tinggi Rp 50 ribu saja. Bahkan kalau di Malaysia, kepiting di atas ukuran standar, itu dihargai empat kali lipat dari harga normal,” bebernya," Senin (11/4/2016).
Di dalam Pasal 2 Peraturan Menteri KP Nomor 1 Tahun 2015, jelas disebutkan, kepiting bertelur dilarang untuk ditangkap.
Bahkan penangkapan hewan perairan yang bernama latin scylla tersebut, hanya bisa dilakukan dengan ukuran lebar karapas di atas 10 sentimeter.
Amir khawatir, aktifitas penyeludupan kepiting bertelur ke Malaysia berpengaruh penurunan populasi kepiting di dalam negeri, khususnya di daerah sentra penghasil kepiting seperti Kaltara.
Pasalnya, kepiting-kepiting bertelur yang diselundupkan ke Malaysia, untuk menunjang kegiatan budidaya di negara tersebut, bukan untuk keperluan langsung dikonsumsi.
“Kami khawatir 5 sampai 6 tahun yang akan datang opulasi kepiting di Malaysia lebih banyak dibandingkan di Indonesia. Karena kepiting betina yang dibeli dari Indonesia itu, dibudidaya di Malaysia,” katanya.
Dari segi pengawasan peredaran kepiting bertelur, diakuinya, masih sebatas pengawasan secara spontan.
“Kalau kedapatan, maka diamankan. Tidak perlu ada petugas baru razia. Karena memang harus menjalankan amanat Permen KP Nomor 1/2015. Razia tidak sehari-hari karena personel juga terbatas,” sebutnya.
Dalam beberapa kesempatan, DKP Provinsi maupun Kabupaten dan Kota di daerah bergerak berasama.
Rencana ke depan, DKP Kaltara melibatkan patroli dari TNI AL.
“Mereka kan punya perahu cepat. Tetapi permalahannya adalah operasional, seperti biaya BBM yang mahal,” katanya.
Dilaporkan Amir Bakry, pada Jumat (8/4/2016) pekan kemarin, jajaran DKP dan aparat kepolisian berhasil menggagalkan penyeludupan 832 ekor kepiting bertelur dari Samarinda menuju Tawau.
Raturan ekor kepiting bertelur dibawa menggunakan mobil pick-up dari Samarinda menuju Bulungan.
Rencananya, dari Bulungan, kepiting yang dimuat dalam 11 kardus diangkut menuju Tarakan sebelum dibawa ke perairan perbatasan kemudian dilintaskan ke Tawau.
“Beruntung bisa digagalkan oleh aparat. Kepiting ini rencananya sudah mau dibawa ke Tarakan,” sebutnya, Senin (11/4/2016).
Kepiting sebanyak 832 ekor atau kurang lebih seberat 495 kilogram tersebut, sudah dilepaskan ke habitatnya, di hutan mangrove dan karantina Tarakan.
“Yang membawa kepiting tersebut, diberi surat peringatan dan kami jelaskan detail Permen KP Nomor 1 Tahun 2015 itu. Betina tidak usahlah diperdagangkan,” katanya. (wil)