Namun, kata Asep, dokter justru menghilang ketika pembukaan lima. Asep dan istrinya memutuskan menunggu kedatangan dokter kandungan itu di Klinik Alfaiha.
Dokter pun tak kunjung datang hingga istrinya mengalami pembukaan delapan. Klinik pun tak berusaha mencari dokter pengganti.
Asep pun gundah dan terus menanyakan keberadaan sang dokter. Ia pun terkejut ketika mendengar dokter justru sedang praktik di RSKIA.
"Kami ditawarkan proses melahirkan dilakukan bidan. Tapi kata bidan istri saya tidak ada tenaganya. Karena kurang pengalaman dia panik, posisi bagus padahal. Akhirnya kami dirujuk ke RSKIA Astanaanyar," ujar Asep.
Kala itu asa untuk memiliki anak masih menyelimuti Asep. Tapi ia kembali terkejut melihat kendaraan ambulan yang dipakai untuk membawa istrinya ke RSKIA Astananyar.
Ia menyebut, mobil ambulan itu menyerupai mobil pribadi biasa. Tidak ada papan untuk tempat berbaring pasien di bagian belakang mobil itu.
"Tubuh istri saya dimasukkan ke ambulan odong-odong itu susah. Lebih baik angkot. Posisi istri saya duduk, jadi kandungannya seperti ketekan. Jadi saya merasa tidak diperhatikan, saya sudah membooking untuk melahirkan tapi tidak ada tanggung jawab," ujar Asep.
Asep menyebut, istrinya dalam kondisi tidak ingat apapun ketika dibawa ke RSKIA Astanaanyar hingga akhirnya masuk ke ruangan operasi.
Setibanya di RSKIA, ia pun mendapatkan kabar buruk soal janin di dalam kandungan istrinya itu. Menurutnya, dokter di Klinik Alfaiha lah yang melakukan operasi caesar istrinya.
"Tapi pas operasi caesar kok jadi merembet ke rahim, harus diangkat karena pendarahan. Jadi ada asumsi kesalahan medis sehingga rahim robek atau faktor lain," kata Asep.
Asep menyebut, berjam-jam istrinya berada di meja operasi. Ia menyebut, istrinya seorang dokter dan seorang anastesi. Keluarga pun akhirnya meminta kepada rumah sakit untuk melakukan penanganan lebih baik hingga akhirnya didatangkan seorang dokter bedah.
"Setelah operasi kondisinya justru malah kritis, kondisinya juga bukan berangsur membaik. Ketika dirujuk ke RS Melinda, kondisi istri saya itu sudah tidak bisa diselamatkan," ujar Asep yang kini pasrah.
Entah berapa rupiah yang dikeluarkan Asep untuk mempertahankan nyawa istrinya. Impiannya mendidik bakal calon anaknya itu untuk mengelola pesantren di Gedebage pun sirna.
Ia pun tak mungkin lagi memiliki keturunan setelah rahimnya istrinya diangkat. Namun hingga kini ia belum mendapatkan penjelasan dari Klinik Alfaiha dan RSKIA Astanaanyar.