Laporan Wartawan Tribun Jabar, Teuku Muh Guci S
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Hujan deras baru saja reda, Selasa (17/5/2016) sekitar pukul 16.00 WIB.
Asep Irfan Rahman Gojali (39), bergegas mengendarai motor ke Rumah Sakit Melinda dua, Jalan Pajajaran, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung.
Warga Jalan Riung Bakti 4 nomor 4 B RT 6/11 Kelurahan Cisaranten Kidul, Kecamatan Cisaranten Kidul, Kecamatan Gedebage ini hendak menengok kondisi istrinya, Yuli Supriati (36).
Yuli masih terbaring lemah di salah satu ruang rawat inap di RS Melinda dua.
Kala itu Yuli masih tertidur kala awak media ikut membesuk. Seorang wanita berkerudung terlihat duduk di samping kiri tengah melantunkan ayat-ayat suci Alquran.
Wanita berkerudung merah itu pun berhenti sejenak setelah Asep datang bersama awak media.
"Sudah seminggu istri saya menjalani proses penyembuhan di rumah sakit ini," kata Asep sambil mengusap kepala istrinya.
Asep menceritakan, istrinya sempat koma selama enam hari dirawat di Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak (RSKIA) Astanaanyar Kota Bandung.
Ia sendiri tak mengetahui mengapa istrinya bisa sampai koma setelah dioperasi berjam-jam di rumah sakit milik Pemerintah Kota Bandung itu.
"Ada sekitar 10 jam, mulai dari jam 01.00 istri saya dioperasi caesar untuk mengeluarkan janin yang katanya meninggal di dalam kandungan," ujar pria yang menjabat ketua Majelis Wali Cabang (MWC) NU Kecamatan Gedebage.
Diceritakan Asep, adanya asumsi dokter soal meninggalnya janin di rahim istrinya itu setelah dirujuk ke RSKIA Astanaanyar.
Sebelumnya, istrinya menjalani proses persalinan di Klinik Alfaiha Medika, Jalan Parakansaat, Kecamatan Arcamanik.
"Kami memang rutin memeriksakan kandungan di Alfaiha. Waktu pembukaan dua pada 3 Mei 2016 sore kami ke klinik. Waktu itu ada dokternya. Dia bilang kalau pembukaan lima, jika janin susah keluar akan dipecah ketubannya," ujar pria yang juga Sekretaris MUI Kecamatan Gedebage.
Namun, kata Asep, dokter justru menghilang ketika pembukaan lima. Asep dan istrinya memutuskan menunggu kedatangan dokter kandungan itu di Klinik Alfaiha.
Dokter pun tak kunjung datang hingga istrinya mengalami pembukaan delapan. Klinik pun tak berusaha mencari dokter pengganti.
Asep pun gundah dan terus menanyakan keberadaan sang dokter. Ia pun terkejut ketika mendengar dokter justru sedang praktik di RSKIA.
"Kami ditawarkan proses melahirkan dilakukan bidan. Tapi kata bidan istri saya tidak ada tenaganya. Karena kurang pengalaman dia panik, posisi bagus padahal. Akhirnya kami dirujuk ke RSKIA Astanaanyar," ujar Asep.
Kala itu asa untuk memiliki anak masih menyelimuti Asep. Tapi ia kembali terkejut melihat kendaraan ambulan yang dipakai untuk membawa istrinya ke RSKIA Astananyar.
Ia menyebut, mobil ambulan itu menyerupai mobil pribadi biasa. Tidak ada papan untuk tempat berbaring pasien di bagian belakang mobil itu.
"Tubuh istri saya dimasukkan ke ambulan odong-odong itu susah. Lebih baik angkot. Posisi istri saya duduk, jadi kandungannya seperti ketekan. Jadi saya merasa tidak diperhatikan, saya sudah membooking untuk melahirkan tapi tidak ada tanggung jawab," ujar Asep.
Asep menyebut, istrinya dalam kondisi tidak ingat apapun ketika dibawa ke RSKIA Astanaanyar hingga akhirnya masuk ke ruangan operasi.
Setibanya di RSKIA, ia pun mendapatkan kabar buruk soal janin di dalam kandungan istrinya itu. Menurutnya, dokter di Klinik Alfaiha lah yang melakukan operasi caesar istrinya.
"Tapi pas operasi caesar kok jadi merembet ke rahim, harus diangkat karena pendarahan. Jadi ada asumsi kesalahan medis sehingga rahim robek atau faktor lain," kata Asep.
Asep menyebut, berjam-jam istrinya berada di meja operasi. Ia menyebut, istrinya seorang dokter dan seorang anastesi. Keluarga pun akhirnya meminta kepada rumah sakit untuk melakukan penanganan lebih baik hingga akhirnya didatangkan seorang dokter bedah.
"Setelah operasi kondisinya justru malah kritis, kondisinya juga bukan berangsur membaik. Ketika dirujuk ke RS Melinda, kondisi istri saya itu sudah tidak bisa diselamatkan," ujar Asep yang kini pasrah.
Entah berapa rupiah yang dikeluarkan Asep untuk mempertahankan nyawa istrinya. Impiannya mendidik bakal calon anaknya itu untuk mengelola pesantren di Gedebage pun sirna.
Ia pun tak mungkin lagi memiliki keturunan setelah rahimnya istrinya diangkat. Namun hingga kini ia belum mendapatkan penjelasan dari Klinik Alfaiha dan RSKIA Astanaanyar.
"Saya sudah ikhlas dengan meninggalnya anak saya. Mungkin ini cobaan buat saya dari Allah, tapi saya tetap minta keadilan karena ada kelalaian sehingga terjadinya hal ini," ujar Asep.
Pihak RSKIA Astanaanyar Kota Bandung belum dimintai klarifikasi dan konfirmasi soal peristiwa yang dialami Asep.
Pihak yang berhak memberikan jawaban soal itu tidak bisa diganggu lantaran sedang ada penilaian akreditasi. Awak media diminta kembali, Jumat (20/5/2016).
Senada dengan RSKIA, pihak Klinik Alfaiha pun belum mau berkomentar meski telah bertemu dengan pemilik Klinik Alfaiha.
Ia mau memberikan keterangan setelah ada diskusi dengan yayasan yang menaungi klinik tersebut. (cis)