Laporan Wartawan TribunSolo.com, Galuh Palupi Swastyastu
TRIBUNNEWS.COM, BLITAR - Profesi sehari-harinya hanyalah sebagai buruh tani. Ia mengaku hobi bertani, namun ia tak punya ladang ataupun sawah untuk dikerjakan.
Karenanya, ia memilih profesi sebagai buruh tani. Penghasilan dari pekerjaan itupun tak seberapa.
Jika dirata-rata, ia hanya menerima tak lebih dari lima ratus ribu rupiah setiap bulannya.
Akan tetapi, meski hidup dalam keterbatasan keadaan, pria ini memiliki hati yang sungguh kaya.
Pria itu namanya Salim. Salim tinggal di sebuah gubug sederhana berdinding bambu di Dusun Tawing, Desa Sidorejo Rt 4 Rw 5, Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar, Jawa Timur.
Tanah tempat rumah Salim berdiri, bukanlah tanah miliknya sendiri. Tanah itu adalah miliknya bersama dengan saudaranya.
Perabotan yang ia miliki juga hanya seadanya.
Di dalam gubugnya, hanya terdapat satu tempat tidur dari kayu, dapur yang terbuat dari tanah liat, tanpa ada kamar mandi atau kakus.
Salim tinggal sendirian. Ia tidak memiliki anak ataupun istri untuk menemaninya di usia yang mulai senja.
Namun kehidupan yang sederhana itu justru membuat Salim punya hati yang kaya.
Ketika ditanya tentang keinginannya, Salim mengaku sebenarnya ingin menikah lagi dan naik haji.
Tapi ibarat buah-buahan, Salim tidak ingin langsung memetik manis buahnya.
Ia ingin berproses, sebelum akhirnya dapat menikmati hasil dari proses itu.
Salim punya pemikiran yang sangat jauh dari kata materialistis seperti kebanyakan pola pikir masyarakat zaman modern.
Terbukti ketika sebuah komunitas sosial Solidaritas Wajah Pribumi (WAPRI), berniat untuk memberikan sejumlah bantuan kepadanya, Salim mempunyai jawaban yang mampu membuat kita terhenyak.
WAPRI kala itu membawa bantuan sebesar satu juta rupiah dan paket sembako untuk diberikan kepada Salim.
Namun Salim dengan halus menolaknya. Aktivis WAPRI pun berusaha dengan sedikit memaksa agar Salim mau menerima bantuan tersebut.
Tapi Salim punya jawaban yang sangat bijak dan menyentuh hati.
Ia mau menerima uang sebesar satu juta rupiah itu, namun ia menyerahkan kembali uang tersebut untuk diberikan kepada orang lain.
Menurut Salim, di luar sana masih banyak orang yang lebih membutuhkan dari pada dirinya.
Aktivis WAPRI sudah berkunjung sebanyak tiga kali ke tempat Salim untuk memberikan bantuan, namun Salim selalu menolaknya.
Salim, sosok lugu dan polos yang tak terlalu banyak keinginan sehingga mampu menikmati hidup dengan tenteram walau dimata umum memprihatinkan.