Laporan Wartawan Tribun Bali, Putu Candra
TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Terdakwa AA Ngurah Wirama Widia (60), pengelola panti pijat Silviana di Jalan Pulau Moyo No 92 Pedungan Denpasar menjalani sidang perdana, Senin (30/5/2016), di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Bali.
Jaksa mendakwa Ngurah Wirama dengan pasal 296 KUHP tentang kesusilaan sehingga terancam hukuman pidana maksimal setahun dan empat bulan (16 bulan) penjara.
Di hadapan majelis hakim pimpinan Ida Ayu Nyoman Adyadewi dengan hakim anggota Made Sukreni dan Dewa Gede Suarditha, dalam surat dakwaan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Assri Susantina menjelaskan perbuatan dan pasal yang didakwakan terhadap terdakwa AA Ngurah Wirama Widia.
Panti pijat Silviana yang beralamat di Jalan Pulau Moyo No 92 Pedungan Denpasar digrebek anggota Dit Reskrimum Polda Bali pada 15 Maret 2016.
Panti pijat milik Suwanah (54) itu diduga memberikan pelayanan plus-plus atau asusila untuk pelanggannya.
Dalam penggerebekan tersebut, polisi mengamankan pengelola sekaligus kasir, yakni terdakwa AA Ngurah Wirama Widia, sementara itu sang pemilik tak terjamah polisi.
Pun dalam penggerebekan ini, polisi menemukan seorang terapis atau pemijat bernama Riri sedang melayani seorang pria, dan melakukan perbuatan asusila.
"Penggerebekan tersebut menindaklanjuti laporan dari masyarakat jika ada terapis atau pemijat pada tempat tersebut yang masih di bawah umur, namun saat itu tidak sedang melayani tamu," jelas jaksa.
Setelah diamankan dan dilakukan pemeriksaan secara intensif, polisi kemudian menetapkan AA Ngurah Wirama Widia sebagai tersangka dan dilakukan penahanan dengan surat perintah nomor Sp.Han/25/III/2016/Dit Reskrimum, tanggal 16 Maret 2016.
Penahanan tersangka berdasarkan rujukan laporan polisi; LP - A/105/III/2016/Bali/SPKT, tanggal 15 Maret 2016 dan surat perintah penangkapan dengan nomor; Sp.Kap/30/III/2016/Dit Reskrimum, tanggal 15 Maret 2016.
Akibat perbuatannya itu, terdakwa AA Ngurah Wirama Widia yang bertindak sebagai pengelola dan kasir panti pijat Silviana didakwa dengan dakwaan tunggal pasal 296 KUHP, yakni “Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain, dan menjadikannya sebagai pencarian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak lima belas ribu rupiah”.
Atas dakwaan tersebut, terdakwa yang tidak didampingi penasihat hukum tidak mengajukan eksepsi sehingga dilanjutkan pembuktian dan JPU menghadirkan empat orang saksi, termasuk saksi Riri.