TRIBUNNEWS.COM, SAMARINDA -- SEHARI menjelang penutupan Lokalisasi Bayur di Samarinda Utara tidak membuat warga yang berada di lokalisasi menyiapkan diri untuk pulang seperti yang diharapkan Pemprov Kaltin maupun Pemkot Samarinda.
Di Kota Samarinda penutupan lokalisasi dilakukan di Lokalisasi Bayur, Samarinda Utara yang akan dihadiri Menteri Sosial, Menteri Agama, Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak dan sejumlah pejabat Muspida Kaltim.
Pantauan Tribun di Lokalisasi Bayur terlihar tenda besar lengkap dengan bangku yang terpasang rapi, serta sound system. Sejumlah PNS Bagian Humas dan Protokol Pemprov Kaltim, serta Dinas Sosial Kaltim dan Dinsos Samarinda sibuk mengatur.
Namun, tidak ada satu pun pekerja seks komersial (PSK) maupun mucikari dan pemilik wisma yang sibuk menyiapkan diri untuk proses pemulangan.
Menurut mereka hingga saat ini, tidak ada kejelasan dari pemerintah terkait uang pesangon yang mereka terima, walaupun sebagian PSK telah membuat rekening bank yang dianjurkan pemerintah.
"Hingga saat ini belum dibayar pesongan yang dijanjikan. Penghuni di sini juga tidak pulang besok (hari ini, red), karena memang belum ada kejelasan semuanya," tutur M Aini Ugah (64), Koordinator Lokalisasi Bayur, Selasa (31/5/2016).
Informasi yang diterima Tribun, sejumlah PSK memang sudah meninggalkan lokalisasi. Saat ini masih 148 PSK dari 20 wisma.
"Sama saja dengan diusir, dikasih uang terus disuruh pergi, dan penutupan ini juga dadakan, banyak penghuni yang belum siap," ungkapnya.
Sementara itu, salah seorang mucikari mengaku belum tahu akan pergi kemana jika pemerintah meminta angkat kaki dari lokasi tersebut. Selain belum memiliki tempat tujuan, dia juga mengaku sejumlah urusan di Samarinda belum diselesaikan.
Tak hanya itu, dirinya belum mengetahui rencana dari anak‑anaknya (pekerja) pergi kemana dan bekerja dimana. Banyak di antara pekerjanya memang dia bawa langsung dari Jawa untuk bekerja di Samarinda.
"Seharusnya pemerintah beri kami waktu lagi, belum siap kami ini pergi dan meninggalkan lokasi ini, penutupan ini juga tergolong dadakan, dan tak ada sosialisasi jauh hari yang dilakukan oleh pemerintah," tutur Nini (35).
Dia juga mempertanyakan nasib para mucikari. Belum ada pembicaraan dari pemerintah yang akan memberikan ganti rugi maupun pesangon untuk mucikari maupun pemilik wisma.
"Kami hanya tahu pekerja saja yang diberikan pesangon, sedangkan pemilik wisma dan mucikari tidak diberi pesangon, bagaimana dengan peralatan kami dan bangunan yang kami miliki," ungkapnya.
"Kalau pemerintah tidak ada solusi yang baik, apa tidak takut jika mereka bekerja di jalanan, lokalisasi belum ditutup saja kasus pemerkosaan banyak, apalagi jika lokalisasi ditutup," ungkapnya. (cde)