News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

'Sungai Kapuas Punye Cerite' Film Animasi Kearifan Lokal Pontianak

Penulis: Tito Ramadhani
Editor: Wahid Nurdin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Cuplikan scene dalam Trailer Film Sungai Kapuas Punye Cerite . Karya animator Pontianak, M Farisa Felani.

Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Tito Ramadhani

TRIBUNNEWS.COM, PONTIANAK - Film-film bergenre animasi kini berkembang pesat, namun cenderung produktif dari rumah produksi luar negeri.

Sebut saja animasi produksi asal negara Amerika, seperti Walt Disney, Pixar Animations Studios, Universal Studio, Marvel, dan dari Jepang berupa karya Manga, atau bahkan Les' Copaque asal negeri jiran Malaysia.

Serial film animasi Upin Ipin bahkan menjadi sajian sarapan pagi bagi sebagian anak Indonesia. Saking populernya film yang mengangkat kearifan lokal tersebut, bahkan kerap di putar berulang-ulang di jam tayang premium.

Di Indonesia, kreatifitas animator-animator dalam negeri sendiri, mulai beranjak menghiasi layar kaca.

Sebut saja sejumlah judul film animasi yang dikemas secara apik dan cukup dikenal, seperti Petualangan Si Adi, Garuda Riders 'The Adventures of Wanara Trilogy', Pada Suatu Ketika (Transformers ala Indonesia), Keluarga Somat, Nina Sahabatku, Si Entong, Tendangan Halilintar, Adit & Sopo Jarwo, Battle of Surabaya.

Masih banyak karya-karya anak negeri yang cukup menyedot perhatian. Di antara film-film tersebut sebelum tayang di layar televisi, bahkan sempat pula mengisi layar-layar bioskop di Indonesia.

Pontianak sendiri, kini bermunculan animator-animator yang memiliki keahlian serupa. Satu di antaranya, Muhammad Farisa Felani (32) yang kini tengah menggarap film animasi dengan mengangkat tema kearifan lokal.

‘Sungai Kapuas Punye Cerite’ menjadi judul film yang digarapnya sejak Maret 2016 ini. Trailer film tersebut bahkan telah pula diunggah pemuda kelahiran Pontianak ini, ke akun youtube Varystudio.

Pria yang akrab disapa Faris ini mengisahkan, awal ketertarikannya menggarap film animasi.

Dengan niat ingin menunjukkan ke masyarakat luas akan keindahan Kota Pontianak. Namun sesuai dengan kemampuannya (skill) dalam bidang animasi.

"Kebetulan animasi ini bidang yang jarang sekali, kalau pun ada yang buat, tapi untuk mengangkat (kearifan lokal) daerah sendiri itu, sangat kurang," ungkap Faris saat ditemui di kediamannya, Minggu (29/5).

Putra pasangan H Bachtiar dan Hj Eha Safitri ini sebelumnya pernah mengecap pendidikan selama setahun di Jurusan Seni Rupa Institut Kesenian Jakarta pada tahun 2004, untuk kemudian pindah melanjutkan pendidikannya ke D3 Jurusan Pertelevisian, Global Media hingga lulus pada tahun 2008.

Berbekal pengetahuannya dalam dunia grafis, audio dan visual, Faris mencoba mengangkat sisi berbeda dari kisah-kisah film animasi yang pernah ada. Yang menurutnya bertujuan agar generasi muda di Kota Pontianak dapat termotivasi untuk melakukan hal serupa.

Tak mudah bagi Faris dalam menggarap film ini, sejumlah hambatan di hadapinya. Menurutnya selama ini ia kerap kewalahan, oleh karena cenderung menggarap film tersebut sendiri.

"Hambatannya mungkin kurangnya SDM (Sumber Daya Manusia), karena selama ini penggarapan teknis masih sendiri, walaupun ide cerita dibantu kawan-kawan yang lain, seperti Bang Dwi Bebeck, konten cerita dan music director. Tapi yang lebih sulit sih teknis," paparnya.

Film animasi ‘Sungai Kapuas Punye Cerita’ ini nantinya akan menceritakan kehidupan sosial masyarakat, isu-isu tentang kebersihan, rencana pemerintah ke depan, di tepian Sungai Kapuas.

"Harapan-harapan masyarakat di tepian sungai nanti juga masuk di cerita film ini," jelasnya di dampingi istrinya, Uci Lestari (26) yang tengah mengandung tujuh bulan anak pertamanya.

Dalam menggarap trailer film animasi Sungai Kapuas Punye Cerite yang berdurasi satu menit 13 detik, Faris membutuhkan waktu selama dua pekan.

"Seminggu itu untuk kami jalan-jalan untuk melihat kesehariannya, seminggu lagi untuk teknisnya," terangnya.

Membuat tampilan animasi menarik tidak lah mudah, proses panjang dilakukan Faris. Mulai dari tahapan menentukan ide dasar apa yang mau diangkat di dalam cerita. Dilanjutkan dengan setting latar belakang (background) cerita.

"Setting dimana karakter bermain di situ. Kemudian baru penokohan, karakter-karakternya, itu tahap akhir," katanya.

Dari tahapan tersebut, menurut Faris yang paling lama untuk menentukan dan membuat setting latar belakang. Karena mencakup banyak tempat yang akan menjadi background.

Bersama istrinya, Faris kerap melakukan survey dan riset kecil di sekitar tepian Sungai Kapuas, untuk mengetahui kebiasaan dan kehidupan masyarakat sekitar, agar benar-benar dapat disematkan dalam animasi yang dibuatnya.

"Survey ada, jalan-jalan dulu, mengenal keseharian masyarakat di situ, kebiasaan warga, elemen-elemen ini nanti yang akan dimasukan," ujarnya

Membuat gambar digital bergerak, Faris terbiasa menggunakan software Cinema 4D Studio versi 13 dan ditambah dengan program animasi Blender. Untuk pembuatan setting ia menggunakan Cinema 4D, sementara untuk karakter Faris lebih mudah menggunakan software Blender.

"Karena dua program itu punya spesifikasi masing-masing, kemampuan yang berbeda," jelasnya.

Faris membagikan tips mudah untuk membuat desain. Menurutnya, diperlukan pengenalan tempat untuk membuat setting animasinya, kemudian mendokumentasikan elemen yang ada di wilayah tersebut seperti kayu, rumah, tong air, dan lainnya. Yang akan menjadi material di dalam masing-masing objek, agar terlihat lebih nyata.

Kerumitan ditemui saat menggabungkan hasil dua program animasi tersebut. Faris menggunakan software program edit standar Adobe Premiere untuk finishing. Agar dapat menyatukan gambar animasi, suara, musik serta mengatur pencahayaan.

"Perlu ada skill khusus, yang nggak sebentar buat mendalami ini," papar editor dan komersial di Kompas TV Pontianak ini.

Secara teknis, Faris bersama istrinya banyak berperan dalam Film Sungai Kapuas Punye Cerite yang digarapnya. Melakukan survey dan riset di lokasi.

“Untuk Music Director dan riset dibantu bang Dwi Bebeck, dari tokoh-tokoh sejarahwan seperti Pak Belalang, banyak memberikan masukan tentang bagaimana kehidupan masyarakat tepian Sungai Kapuas yang sesungguhnya, dari dulunya, bahasanya,” terang Faris.(*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini