TRIBUNNEWS.COM, SEMARAPURA - Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Klungkung, AKBP FX Arendra Wahyudi mengaku belum menerima laporan tentang oknum anggota Polres Klungkung berinisial KA yang diduga melakukan pencabulan dan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur yang berinisial BW.
Arendra bahkan mengaku baru mengetahui kasus tersebut setelah mendapatkan konfirmasi dari Tribun Bali (Tribunnews.com Network), Senin (13/6/2016) malam.
"Saya sampai saat ini belum mendapatkan pemberitahuan terkait kasus tersebut. Bahkan, saya baru tahu setelah baru saja membaca dari media online," ujar AKBP Arendra saat dihubungi melalui telepon.
Menanggapi informasi tersebut, kata Arendra, pihaknya menyerahkan sepenuhnya kasus itu kepada Polda Bali.
Jika benar terjadi, pihaknya pun akan siap mengikuti mekanisme penyelidikan (lidik) dan penyidikan (sidik) yang dilakukan Polda Bali untuk membongkar kasus tersebut.
"Jika informasi tersebut benar, prosesnya tentu akan ditangani Polda Bali. Pihak kita tentu akan ikuti mekanisme proses lidik maupun sidik. Kita akan mendukung proses tersebut," tegas kapolres.
Diberitakan sebelumnya, seorang oknum polisi anggota Polres Klungkung yang berinisial KA (55) dilaporkan ke Polda Bali atas dugaan pencabulan dan kekerasan seksual terhadap seorang remaja putri berinisial BW (17).
Dalam laporan, Senin (13/6/2016), disebutkan bahwa BW yang berasal dari Karangasem itu mengalami dugaan pencabulan sejak tahun 2010 saat ia masih berusia 12 tahun, dan terus berlangsung hingga November 2015.
Selama hampir 5 tahun itu, korban dan keluarganya tak berani melapor karena mengaku mendapat ancaman dan intimidasi dari si oknum polisi.
Kasus ini mulai terungkap secara luas dan ditangani aktivis perlindungan anak setelah beredarnya foto bugil korban di desa tempat tinggalnya.
Mulanya, guna menekan BW agar tak melaporkan kelakuan KA ke kantor polisi, si oknum polisi itu menyebar foto bugil BW.
Akibatnya, penduduk desa tempat BW tinggal gempar.
Geger mengenai foto bugil itu kemudian sampai ke telinga aktivis perlindungan anak Karangasem.
Para aktivis lantas mencari tahu persoalannya, dan kemudian melaporkan masalah itu ke P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak) Denpasar.
Ipung yang aktif di P2TP2A akhirnya ditunjuk sebagai kuasa hukum dan melaporkan kejadian tersebut ke Polda Bali.
"BW kami kuatkan mentalnya untuk melaporkan apa yang dialaminya ke Polda Bali. Kami juga melakukan perlindungan untuk keselamatan korban," ucap Ipung.