TRIBUNNEWS.COM, PURWOREJO - Suparlan masih ingat betul detik-detik sebelum longsor di Dusun Caok Kulon, Desa Karangrejo, Kecamatan Loano, mengubur sekitar 14 warga, Sabtu (18/6/2016), sekira pukul 19.00 WIB.
Hujan deras yang mengguyur sejak pukul 15.00 menjadi awal kecemasan Parlan.
Sudah lebih 30 tahun Parlan tinggal di RT 1, RW 1, Dusun Caok Kulon. Selama itu, ia belum pernah mendapati air yag turun deras hingga membanjiri rumahnya.
"Saya sudah merasa aneh kok tumben air dari atas ngalirnya deras sampai rumah banjir. Baru kali ini terjadi," kata Parlan, Minggu (19/6/2016).
Satu jam hujan turun, ada teriakan longsor dari tetangga sebelah atas rumah Parlan.
Ia lantas menengok kondisi rumah tetangganya. Sebagian rusak tertimpa longsor. Parlan semakin gundah longsor besar akan terjadi.
Sekitar pukul 18.30, warga dan Parlan disibukkan dengan tersumbatnya gorong-gorong yang membuat air meluap ke jalan.
Akibatnya laju para pengendara terhambat dan terjadi kemacetan. Kecemasan Parlan membuatnya tak berlama-lama mengurusi gorong-gorong dan pulang ke rumah yang jaraknya sekitar 100 meter. Lagi pula ia ingin salat Isya dan tarawih.
"Banyak pengendara antre, ada truk, mobil, dan beberapa motor. Kebanyakan mereka mau ke arah Desa Donorati. Saya sekitar pukul 19.00 pulang ke rumah. Perasaan sudah ngga enak," ujarnya.
Parlan ingin menceritakan kecemasan yang ia rasakan kepada istrinya. Namun baru sampai di beranda rumah, terdengar bunyi keras mirip helikopter.
"Bunyinya gluduk-gluduk, keras sekali, kayak helikopter. Saya tengok ternyata tebing sudah rata menimpa pengendara dan satu rumah milik Muhtarom," ujarnya.
Parlan pun lari tunggang langgang menuju arah masjid.
"Saya teriak, longsor...longsor kepada orang-orang yang mau salat isya. Waktu itu sudah mau takbir awal, tapi batal dan langsung lari semua ke lokasi longsor," ujarnya.
Ketika kembali ke lokasi warga menemukan Muhtarom yang merintih kesakitan terbenam lumpur setengah dada.
"Warga langsung menolong Pak Muh dan dibawa ke rumah sakit. Badannya tertimpa kayu-kayu. Istri Pak Muh, Muksodah (40) dan anak kedua, Aditya Mujahid (23), hilang belum ditemukan," ujarnya.
Wajah kesedihan tampak terlihat di wajah Miftahul Fauzin, anak pertama Muhtarom. Fauzin mengaku tidak punya firasat longsor mengubur ibu dan adiknya.
Usai berbuka puasa di rumah, Fauzin pergi ke rumah kakeknya, Ahmal. Lalu pergi ke masjid untuk salat tarawih.
"Saya nggak punya firasat apa-apa. Saya tahu ada longsor waktu Pak Parlan teriak-teriak longsor. Saya langsung lari ke lokasi dan saya menemukan Bapak minta tolong. Tulang tangan dan pinggang Bapak retak. Saya cuma berharap ibu dan adik saya segera ditemukan," ujarnya.
Firasat Kelabang
Berbeda dengan Ahmal. Sebelum kejadian ia mendapat firasat mimpi dikerubuti kelabang. Hal serupa ia alami sebelum kematian anak keduanya dahulu.
"Muksodah anak ketiga saya. Dulu saya pernah tertimpa kelabang di dada, tapi terus saya tempel. Saya cari kok hilang. Besoknya anak kedua saya meninggal. Ini sebelum Muksodah meninggal, saya mimpi dikerubuti kelabang. Mungkin itu jadi pertanda," ujarnya.
Kepala Basarnas Kantor SAR Semarang, Agus Haryono memperkirakan ada 14 korban tertimbun longsor di Dusun Caok. Sebanyak sembilan korban berhasil dievakuasi dalam kondisi tewas.
"Sekitar pukul 15.00 kami hentikan pencarian. Kami fokus membuat jalan untuk ekskavator. Kami sudah beri tanda tiga titik pencarian yang dilakukan besok (hari ini). Diperkirakan masih ada lima korban yang tertimbun," ujarnya.
Selain di Dusun Caok, kata Agus, longsor juga terjadi di Desa Donorati, Kecamatan Purworejo. Lokasinya dua kilometer dari lokasi longsor Caok. Diperkirakan sebanyak 11 korban tertimbun longsor.
"Akses ke Donorati masih tertutup. Besok (hari ini) kami bagi kekuatan untuk evakuasi di Caok dan Donorati," ujarnya.
Hujan deras Sabtu sore juga mengakibatkan Sungai Bogowonto meluap dan membanjiri sejumlah wilayah di Purworejo di antaranya Kecamatan Purwodadi, Bayan, dan Bagelen. Sebanyak 165 rumah di Desa Dadirejo Bagelen terendam banjir. (tribunjateng/gpe)