Laporan Wartawan Tribunnews.com, Adi Prianggoro
TRIBUNNEWS.COM, CILACAP - "Ketiga jenazah itu ada bekas jahitan pada dada sebelah kiri tembus ke belakang," cerita Suhendro Putro (62), pemandi jenazah terpidana mati.
Koordinator pemandi untuk jenazah terpidana yang beragama Katolik dan Kristen ini bukan sekali saja. Ia sudah bertugas memandikan jenazah terpidana mati tahap pertama dan tahap kedua.
Hanya tiga jenazah terpidana mati tahap ketiga yang Suhendro mandikan, yakni Seck Osmane asal Senegal, Michael Titus Eighweh asal Nigeria, dan Humphrey Ejike alias Doctor dari Nigeria.
Satu dari tiga jenazah tersebut, yakni Doctor, menurut Suhendro terlihat tersenyum. "Sepertinya dia bisa menerima kematiannya itu," kata Suhendro berbagi cerita kepada Tribunnews.com, Jumat (29/7/2016).
Suhendro bersama 17 anggota timnya menyelesaikan proses pemandian jenazah lebih cepat dari perkiraannya. Semestinya mereka memandikan 10 jenazah, tapi hanya tiga saja. Sedangkan jenazah Freddy Budiman dimandikan pemandi yang beragama Islam.
"Saya juga yang memandikan jenazah-jenazah terpidana mati pada eksekusi tahap pertama dan kedua. Namun paling berbeda dan rasanya mencekam ya eksekusi tahap tiga kali ini," kenang anggota jemaat Gereja Kristen Jawa (GKJ) Cilacap yang jadi pengurus kematian di lingkungan gerejanya tersebut.
Tenda Ambruk dan Listrik Padam
Berbeda dari eksekusi tahap pertama dan kedua, proses eksekusi tahap ketiga yang berlangsung pada weton malam Jumat Kliwon di Nusakambangan, Cilacap, berlangsung mencekam.
"Detik-detik penembakan berlangsung situasinya sangat mencekam. Jarak saya berada saat itu hanya sekitar 20 meter dari lokasi penembakan terpidana mati," kata Suhendro.
Ia bersama timnya berjumlah timnya tiba di Pelabuhan Nusakambangan, Kamis (28/9/2016) pukul 23.00 WIB. Rencananya mereka akan memandikan 10 jenazah terpidana mati. Lazimnya, sebelum eksekusi selesai, Suhendro transit di Pelabuhan Sodong, Pulau Nusakambangan.
"Tetapi karena tenda-tenda untuk keluarga dan pemandi jenazah ambruk, kami dipindahkan ke area dekat penembakan terpidana. Hujan deras dan angin kencang telah meratakan tenda-tenda itu," ujar Suhendro.
Menurut Suhendro, saat itu proses eksekusi belum berlangsung. Ratusan orang yang terdiri atas kerabat terpidana, tim dokter, pemandi jenazah, dan aparat berkumpul di dekat lokasi penembakan.
"Dua kali listrik mati. Pertama saat sebelum eksekusi dan kedua setelah eksekusi. Mati listriknya masing-masing limabelas menit. Kalau mati listrik limabelas saat di rumah mungkin rasanya biasa," cerita Suhendro.
Menurut dia, saat listrik padam rasanya lama sekali dan membuat suasana lain dari biasanya. Apalagi di Pulau Nusakambangan memang sudah dikenal seram.
"Rasanya sangat mencekam, apalagi orang-orang sekitar mengkaitkan dengan kepercayaan Malam Jumat Kliwon," Suhendro membeberkan pengalamannya dalam eksekusi kali yang berbeda dari sebelumnya.
Menjelang detik-detik penembakan, Jumat sekitar pukul 00.45 WIB, hujan semakin deras dan suara petir terdengar bersahut-sahutan. Suhendro mendengar tembakan.
"Bunyi tembakan terdengar di antara suara petir. Hanya saja suara tembakan lebih pelan, saya bisa mendengarnya secara jelas," kata dia.