TRIBUNNEWS.COM, TUBAN - Cuaca tak menentu membuat petani garam tidak bisa panen.
Seorang petani garam dari Desa Kradenan, Kecamatan Palang, Kabupaten Tuban, Lastopo (50) mengatakan, panen garam yang ditunggu setahun sekali itu tak bisa dilakukan.
Seringnya turun hujan membuat para petani di Desa Kradenan kesulitan memproduksi garam.
Sebagian besar petani garam yang dipusingkan dengan cuaca memilih mencari pendapatan dengan cara melaut, menjadi kuli angkut di tempat pelelangan ikan, serta menarik becak.
Ada juga yang pasrah sembari menunggu cuaca membaik untuk bisa memproduksi garam.
“Cuacanya tidak bagus. Banyak petani garam tidak bisa bekerja,” kata Lastopo di lahan garamnya di Desa Pliwetan tak jauh dari rumahnya, Minggu (7/8/2016).
Menurutnya, pada bulan Agustus, para petani mestinya bisa panen garam. Namun, tahun ini, belum ada petani yang bisa memanen garam.
Proses produksi garam di Tuban saat ini sudah terlambat tiga bulan lebih. Tepatnya sejak puncak musim penghujan April lalu. Kata Lastopo, Setiap tahun, para petani selalu memanen garam sejak bulan Mei.
Para petani garam biasanya bisa memanen garam di luas lahan dua hektar 30 ton garam. Karena saat ini hujan masih mengguyur Tuban, Lastopo menyebut, panen diperkirakan tidak sampai setengahnya.
“Tahun ini produksi garam tidak akan sebanyak tahun lalu,” ujarnya.
Di tengah para petani garam kesulitan memproduksi, harga garam di pasaran naik. Yakni, Rp 300 per kilogram. Seolah menjadi lagu lawas, harga itu biasanya jeblok pada saat panen garam.
Sementara itu, lahan-lahan di tepi pantai yang biasa digunakan memproduksi garam nyaris tak ada penggarapnya.
Hanya terlihat satu atau dua orang berusaha meratakan tanah agar mendapat panas matahari.