Laporan wartawan Tribun Jambi, Rian Aidilfi
TRIBUNNEWS.COM, JAMBI - Kasus kriminalitas yang melibatkan anak-anak di Provinsi Jambi semakin mengkhawatirkan.
Ironisnya, bukan saja sebagai korban tapi mereka justru menjadi pelaku kejahatan.
Berdasarkan data dari Subdit IV PPA Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jambi tercatat ada 16 kasus kriminalitas anak yang masuk sejak Januari hingga saat ini.
Padahal tahun lalu, hanya ada 15 kasus tindak kriminal anak.
Yang tak kalah membuat risau adalah, deretan kejahatan itu didominasi oleh tindakan asusila persetubuhan.
Pelaku pun tak pandang bulu terhadap korban, ada yang orang baru dikenal hingga orang terdekat.
Satu diantara kasus kejahatan anak di bawah umur yang baru-baru ini terjadi di Kota Jambi adalah kasus perdagangan wanita di bawah umur.
Pelakunya, wanita yang masih berusia 16 tahun. Motif perdagangannya adalah menawarkan rekannya kepada lelaki hidung belang.
Kasubdit IV PPA Ditreskrimum Polda Jambi, AKBP Zainal Arrahman mengatakan, kasus kriminal anak cenderung meningkat tiap tahun.
“Kebanyakan, pelaku yang terlibat dalam tindak pidana tersebut usia 17 hingga 18 tahun. Usia tersebut yang paling dominan dan itu dikenakan Undang-Undang Perlindungan Anak," kata Zainal kepada Tribun, Kamis (11/8/2016).
Ia memaparkan, berdasarkan pemeriksaan, umumnya mereka yang terlibat tindak kejahatan karena faktor ekonomi dan sebagian berasal dari keluarga yang tak harmonis. Faktor lain salah pergaulan, sehingga terjerumus dalam aksi kejahatan tersebut.
"Kebanyakan dari mereka berasal dari keluarga ekonomi lemah dan broken home. Orangtuanya tidak jelas dimana, sehingga mereka tinggal bersama kakak, nenek, atau kerabatnya yang lain,” papar AKBP Zainal.
Angka yang tak kalah mengagetkan juga dibeber Badan Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan Perempuan (BPMPP) Provinsi Jambi.
Agus Santoso, Kasubid Perlindungan Anak di Perlindungan Pusat Kegiatan Terpadu yang menyediakan pelayanan bagi perempuan dan anak mengatakan kasus kekerasan pada anak atau oleh anak seperti fenomena gunung es.
"Ada contoh kasus anak yang tertangkap sebagai pelaku membawa ganja tapi ternyata dia tidak tahu apa yang dibawanya. Dia hanya sebagai korban," katanya.
Kata dia, kasus yang menempatkan anak sebagai korban juga banyak. Dia mengatakan pihaknya terus berkoordinasi dengan beberapa lembaga masyarakat untuk menekan angka kekerasan ini.
Pihaknya bisa mendapatkan laporan mengenai kasus-kasus dari lembaga masyarakat yang diajak bekerjasama.
Agus mengatakan Kota Jambi sebagai tempat yang paling banyak kasusnya di Provinsi Jambi. Kota Jambi, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Merangin dan Bungo menjadi empat besar daerah dengan kasus yang melibatkan anak-anak.
Kekerasan dari anak atau pun oleh anak menurut Agus terkait dengan pengendalian dari keluarga dan lingkungan. Terkadang menurutnya anak dianggap sebagai lawan, musuh atau sebagai orang lain.
"Faktor lingkungan dan faktor ekonomi juga mempengaruhi," katanya.
Menurut Zainal selama proses penyelidikan untuk anak di bawah umur yang disangka melakukan tindak pidana, akan didampingi petugas dari Balai Pemasyarakatan (Bapas).
Bila berdasarkan kajian kasus yang melibatkan anak di bawah umur tidak perlu dilanjut, maka akan dilakukan diversi dalam rangka pembinaan terhadap anak.
"Banyak faktornya untuk diversi. Misalnya, dari segi niat dan sebagainya dipelajari. Ini menjadi pertimbangan hakim untuk memutuskan,” imbuhnya.
Zainal menilai, faktor keluarga adalah yang paling utama untuk menangkal anak-anak berbuat kriminal. Pengawasan dan pembinaan yang baik, bisa mencegah anak-anak untuk melakukan tindak kejahatan.
"Salah pergaulan bisa jadi penyebabnya, tapi jika diawasi dan dibina dengan baik maka bisa menekan itu,” ungkapnya.(*)