News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tersangka Korupsi Landclearing Bandara Radin Inten II Ditahan

Penulis: Wakos Reza Gautama
Editor: Eko Sutriyanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung menahan tersangka korupsi landclearing bandara Radin Inten II bernama Edi Purnama, Rabu (28/9/2016) sore

Laporan Wartawan Tribun Lampung Wakos Gautama

TRIBUNNEWS.COM, LAMPUNG - Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung menahan tersangka korupsi landclearing bandara Radin Inten II bernama Edi Purnama, Rabu (28/9/2016) sore.

Edi ditahan setelah menjalani pemeriksaan sejak pukul 09.00 WIB.

Asisten Intelijen Kejaksaan Tinggi Lampung Leonard Simanjuntak mengatakan, Edi ditahan selama 20 hari ke depan untuk memudahkan penyidikan.

“Edi ditahan selama 20 hari di Rumah Tahanan Klas I Bandar Lampung (Rutan Way Huwi),” ujar Leo, Rabu sore.

Tersangka merupakan konsultan pengawas pada proyek landclearing bandara Radin Inten II yang meminjam perusahaan orang lain yaitu CV Visi Cipta Mandiri untuk menjadi konsultan pengawas.

Edi lalu mencairkan uang kontrak untuk pengerjaan proyek sebesar Rp 165 juta. Uang tersebut dibagikan Edi kepada dua rekannya yang lain.

“Untuk berapa yang diterima Edi belum bisa kami sebutkan karena itu materi penyidikan,” ujarnya.

Kesalahan Edi, tutur Leo, adalah mencairkan uang kontrak padahal pengerjaan proyek belum selesai 100 persen.

“Mereka membuat seolah-olah proyek sudah selesai 100 persen agar uang bisa dicairkan,” tutur Leo.

Kasus yang melibatkan Edi merupakan pengembangan dari kasus Mantan Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Lampung Albar Hasan Tanjung.

Albar menjadi terdakwa kasus korupsi land clearing bandara Radin Inten II.

Pada persidangan Albar, jaksa penuntut umum Sidrotul Akbar mengatakan, korupsi terjadi pada Agustus 2014 sampai Desember 2014.

Dinas Perhubungan memiliki paket pekerjaan konstruksi land clearing bandara Radin Inten II dengan nilai pagu sebesar Rp 8,7 miliar.

Pada proses lelang, dimenangkan PT Daksia Persada dengan kuasa direktur Budi.

Namun proses lelang itu dianggap tidak sah karena Budi bukan karyawan tetap perusahaan sebagaimana diatur Perpres Nomor 70 tahun 2012.

Namun karena Albar telah menitipkan pesan ke panitia pengadaan untuk memenangkan PT Daksina Persada maka panitia memenangkan PT Daksina.

Setelah itu, Albar selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) menandatangani kontrak dengan Budi.

Dalam prosesnya, Albar membayarkan uang tanpa melakukan pengujian kualitas dan besaran volume yang terpasang pada proyek land clearing.

Pada saat pemeriksaan progres fisik, disebutkan telah selesai 100 persen.

“Faktanya pekerjaan baru mencapai bobot 92 persen,” ujar Sidrotul. Untuk mengejar batas akhir pencairan, Budi bersama Albar membuat laporan akhir pekerjaan seakan-akan pekerjaan land clearing dan pematangan lahan sisi udara baru telah selesai 100 persen.

Jaksa menyatakan pengerjaan proyek ini tidak sesuai dengan spek yang telah disepakati yakni kekurangan volume timbunan hasil perhitungan dimensi dan kekurangan volume timbunan hasil pemeriksaan kualitas/kepadatan.

Rangkaian perbuatan itu, menurut Sidrotul telah merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp 4,5 miliar.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini