Laporan Wartawan Tribun Lampung, Wakos Gautama
TRIBUNNEWS.COM, BANDAR LAMPUNG - Persidangan kasus korupsi proyek pengerjaan konstruksi land clearing Bandara Radin Inten II dengan terdakwa mantan Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Lampung Albar Hasan Tanjung kembali digelar di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Rabu (23/11/2016).
Pada persidangan ini, jaksa penuntut umum menghadirkan dua orang saksi. Mereka adalah anggota Satuan Brimob Lampung Sulaiman dan kuasa direktur PT Daksina Persada, Budi Rahmana.
PT Daksina adalah selaku rekanan dari proyek tersebut.
Di persidangan ini terungkap soal aliran dana uang negara yang hilang sebesar Rp 4,5 miliar akibat korupsi tersebut.
Diduga uang kerugian negara itu mengalir ke Sulaiman. Ini terungkap saat kesaksian Budi.
Budi mengatakan, Sulaiman meminta dirinya membantu pengerjaan proyek land clearing.
"Awalya saya menolak karena saya ada pekerjaan di Palembang, tapi dia (Sulaiman) meminta tolong dibantu, makanya saya bantu," ujar Budi.
Budi mengaku mau membantu dengan syarat tidak terlibat jauh persoalan administrasi. Mengenai urusan lelang, kata dia, semua diurus oeh Sulaiman.
"Dari awal yang urus semua ke Dinas Perhubungan sehingga bisa dimenangkan," kata Budi.
Menurut Budi, ada seorang bernama Wawan, rekan Sulaiman, yang mencari perusahaan untuk mengikuti lelang.
Sulaiman kemudian memberitahu dirinya bahwa perusahaan sudah dapat berasal dari Jakarta yaitu PT Daksina.
Budi pun dijadikan kuasa direktur di perusahaan tersebut. Budi mengaku tidak ikut dalam membuat dokumen penawaran lelang.
Menurut dia, yang membuat adalah seorang bernama Edi, yang juga teman Sulaiman.
Budi mengaku baru mulai bekerja dalam proyek ini ketika PT Daksina dinyatakan sebagai pemenang tender.
Sebagai kuasa direktur, Budi menandatangani perjanjian kerja dengan pihak Dinas Perhubungan Provinsi Lampung. Disitulah, Budi mengaku baru bertemu Albar.
Dari hitungannya, Budi mengatakan, pengerjaan proyek tersebut hanya memakan biaya Rp 3,2 miliar dari pagu anggaran Rp 8,7 miliar.
"Sisanya sebesar Rp 4 miliar ke Sulaiman. Tidak mengalir ke orang lain," kata Budi.
Setelah pencairan uang, kata Budi, ia dan Sulaiman membuat kuitansi total Rp 4 miliar seolah-olah Budi membayar utang dengan Sulaiman.
Di dalam kuitansi itu tertulis kewajiban pengerjaan land clearing.