Laporan Wartawan Surya, Sany Eka Putri
SURYAMALANG.COM, KARANGPLOSO – Lain seniman lain pula hasil kreasinya. Ungkapan itu berlaku bagi Chamim Marka (60), perajin asal Desa Kepuharjo, Karangploso, Kabupaten Malang.
Ditemui Suryamalang.com di galerinya, Art Cha Galeri, Sabtu (17/12/2016), ia asik membersihkan sepeda bambu buatannya.
Ada tujuh sepeda bambu di dalam galeri tersebut, tak sekadar pajangan tapi juga berfungsi layaknya sepeda pancal pada umumnya.
Seluruh badan sepeda berkelir cokelat muda dan tua. Chamim tak asal membuat sepeda bambu karena bambu sebagai material utama harus pilihan yang ia tanam sendiri sejak pembibitan.
Ia memiliki kebun budidaya bambu sebagia bahan utama batang sepeda. Pada umumnya batang bambu lurus dan untuk membuat lekukan harus dibentuk sejak pembibitan.
“Sejak tumbuh dari bibit mulai dibentuk. Jadi lekukan sehingga bisa jadi stang, pedal, bodi sepeda, ini bukan dibentuk begitu besar, tetapi dibentuk begitu bambu ini tumbuh,” kata Chamim.
Sepeda yang ia buat ini memiliki berat sekitar 20 hingga 30 kilogram. Uniknya, semua sepeda bambu ia namai sendiri di antaranya Sungu, Jangkrik, Kutrik, dan masih banyak lagi.
Chamim memulai membuat sepeda bambu pada 1999. Awal mula ia memperkenalkan kepada masyarakat sepeda bambu buatannya tapi malah mendapat cacian.
Ia pantang menyerah hanya karena olok-olok itu. Chamim terus memproduksi, hingga pada akhirnya tahun itu sepeda bambu buatannya mendapatkan predikat nomor satu di dunia.
Setelah itu muncul sepeda bambu dari Afrika, Eropa, Amerika. Bedanya, di negara-negara itu mereka membuat kerangka sepeda dengan menempelkan batang bambu ke batang lainnya.
"Saya berbeda. Saya membuat sepeda bambu ini dengan cara menyambung satu bambu dengan bambu yang lain,” kata ayah empat orang anak ini.
Ia mematok sepeda bambunya sekitar Rp 20 juta hingga Rp 50 juta. Harga segitu, bagi yang menghargai seni sangat wajar. Tapi tidak bagi orang awam karena memang mahal.
Sesekali ia Chamim menggowes sepeda bambunya untuk dipamerkan ke masyarakat. Harapannya, masyarakat dapat menghargai sebuah karya seni.
“Apa pun karya seni, itu harus memiliki fungsi. Harus ada dasar yang disampaikan dari hasil karya seni itu. Mencapai sasaran untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat,” beber dia.