News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Hukuman Kebiri pada Pelaku Pemerkosa dan Pembunuh Bocah di Sorong Bukan Solusi Tunggal

Editor: Fajar Anjungroso
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Di sebuah sungai berlumpur di kawasan kilometer 8 Kota Sorong, Papua Barat, jenazah Kezia Mamangsa, bocah berusia 6 tahun ditemukan. Kezia adalah korban pemerkosaan dan pembunuhan yang dilakukan oleh tiga pemuda.

Laporan Wartawan TRIBUNnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA --- Kasus perkosaan dan pembunuhan bocah di Sorong oleh tiga laki-laki, merupakan salah satu kasus pertama usai pemerintah menetapkan hukuman maksimal berupa pengkebirian terhadap pelaku kejahatan seksual terhadap anak.

Ketiga pelaku bila memang terbukti sebagai orang dewasa, bisa dikebiri bila kejahatannya terbukti.

Ketua Bidang Pemenuhan Hak Anak, Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Indonesia, Reza Indragiri, mengaku setuju dengan gagasan pemerintah untuk mengkebiri pelaku kejahatan seksual terhadap anak.

Namun menurutnya perlu diingat juga pengkebirian bukan lah solusi tunggal.

"Itu tidak salah, bahkan LPA Indonesia setuju dengan penerapan kebiri, walau dengan syarat-syarat tertentu," ujarnya saat dihubungi wartawan.

Telah terbukti pelaku kejahtan terhadap anak sebagiannya merupakan korban dari kejahatan serupa.

Reza Indragiri yang berlatar belakang psikolog forensik itu menyebut kejahatan yang menimpa pelaku saat kecil, antara lain telah menimbulkan perasaan rendah diri dan kemarahan.

Untuk menyudahi beban yang diderita pelaku pascaperistiwa yang menempatkannya menjadi korban, sang pelaku harus memindahkan beban tersebut dengan menempatkan beban itu kepada seorang anak.

Alhasil terjadilah kejahatan serupa yang pernah menimpa dirinya. Dapat dikatakan motif utama pelaku melakukan kejahatan, bukanlah hasrat seksual.

Dengan pengkebirian, bukan berarti minat pelaku untuk melakukan kejahatan bisa hilang, walaupun hasrat seksualnya telah hilang. Reza Indragiri khawatir pelaku bisa menjadi seseorang yang lebih brutal karena hukuman tersebut telah menyeret pelaku ke titik awal, yakni rasa rendah diri dan kemarahan. Hal itu memungkinkan pelaku menjadi seseorang pelaku kejahatan yang lebih brutal lagi.

Sementara itu lingkungan tempat pelaku sempat beraksi belum tentu berubah menjadi lingkungan ramah anak.

Padahal salah satu faktor terjadinya kejahatan seksual terhadap anak, adalah lingkungan yang ideal bagi si predator untuk melancarkan aksi bejatnya.

"Alih-alih berkutat pada pelaku, kita perlu pikirkan perlindungan terhadap anak aak lain, selaku korban potensial," terangnya.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini