TRIBUNNEWS.COM, PASURUAN - Tukar tempat duduk yang membawa derita. Berawal dari tukar tempat duduk dan berakhir di penjara, Rabu (18/1/2017).
Kisah ini akan menjadi pengingat bagi WNI yang bepergian ke luar negeri, bahwa satu kata ini sangat berbahaya diucapkan.
Kata tersebut adalah 'bom'.
Umi Widayani Djaswadi (56) warga Jalan Bendosolo, Desa Pogar, Kecamatan Bangil dan Triningsih Kamsir Warsih (50) warga Dusun Pilangsari, Desa Beji, Kecamatan Beji harus merasakan dinginnya jeruji besi penjara di Jeddah.
Seharusnya sejak tanggal 12 Januari 2017 lalu dua jemaah umrah ini sudah berada di Indonesia, namun hingga kini masih berada di sel tahanan sambil menunggu keputusan apakah berlanjut ke persidangan menerima hukuman atau langsung dilepaskan.
Petaka tersebut berawal dari keakraban antara Umi dan Tri saat menjalankan ibadah umrah.
Andai saja Umi tak memutuskan untuk pindah tempat duduk agar bisa sebelahan dengan Tri kisah ini tak akan sampai di sini.
Andai saja saat pramugari membantu Tri mengangkat tas yang berat dan bertanya tentang isi tas Umi tak mengucapkan satu kata yang 'berbahaya'.
Pramugari bertanya apa isi tas Tri lantaran demikian berat.
Pramugari menggunakan Bahasa Melayu.
Umi tiba-tiba nyeletuk.
Kemungkinan Umi tak nyaman dengan pertanyaan Pramugari hingga tanya-tanya barang bawaan milik Tri.
Sesuai prosedur Pramugari sekiranya memiliki hak untuk menanyakan apa isi bawaan penumpang demi keselamatan penerbaangan.
"Kalau dari Arab ya bawa oleh-oleh, masak bawa bom."
Dan.......jawaban sepele ini berbuntut panjang serta membawa kesengsaraan.
Kata bom di akhir kalimat dianggap serius oleh Pramugari hingga berlanjut sampai saat ini.
Seperti dilaporkan oleh Galih Lintartika Reporter Surya.co.id, dua jemaah tersebut saat ini berada di sel tahanan atau penjara wanita di Jeddah yakni Sijjin Islakhiyah, Dahbah, Jeddah.
Keduanya tidak bisa pulang ke Indonesia setelah diduga membawa barang membahayakan alias bom.
Secara lengkap berikut urut-urutan kejadiannya hingga Umi dan Tri meringkuk di sel penjara.
- 31 Desember 2016, satu keluarga terdiri dari empat orang asal Pasuruan menjalankan ibadah umrah. Mereka adalah Triningsih Kamsir Warsih (50) warga Dusun Pilangsari, Desa Beji, Kecamatan Beji dan Umi Widayani Djaswadi (56), Lyan Widia (31) dan Mohammad Andono (60) warga Jalan Bendosolo, Desa Pogar, Kecamatan Bangil.
- Mereka bersama 59 jemaah lainnya berangkat menggunakan Sepinggan Travel.
- 11 Januari 2017 sekitar pukul 18.30, rombongan dijadwalkan pulang ke Indonesia. Namun, sebelum berangkat Umi yang semula duduk bersama Andono mendadak tukar tempat karena ingin duduk bersama Tri.
- Saat bersamaan, pramugari membantu Tri yang sedang menata tasnya di kabin. Karena terasa sangat berat, pramugari menanyakan isi tas Tri itu.
- Umi yang saat itu berada di sebelah Tri, menjawab dengan bahasa indonesia
"Kalau dari Arab ya bawa oleh-oleh, masak bawa bom". Perkataan Umi itu dimaksudkan hanya bercanda dengan pramugari tersebut.
- Hal sepele itu justru jadi bumerang. Pramugari lantas melapor ke kokpit, dan pilot Royal Brunei Airlines langsung menghubungi petugas kemanan dan otoritas bandara.
- Penerbanang di delay. Pilot minta ada screening ulang atau pemeriksaan ulang untuk memastikan keberadaan bom itu.
- Penumpang dipindahkan ke ruang tunggu. Petugas bandara kemudian sedang sibuk mencari keberadaan bom yang dikatakan Umi.
- Petugas bandara melakukan pencarian selama 15 jam, dan penerbangan ditunda dalam waktu yang sama. Bahkan, penumpang dibawa ke hotel bandara untuk istirahat.
- 12 Desember pukul 09.00 pesawat terbang dari Bandara Internasional King Abdul Aziz Jeddah menuju Indonesia, namun tanpa tiga orang dari Pasuruan.
- Mereka adalah Triningsih Kamsir Warsih (50), Umi Widayani Djaswadi (56), Lyan Widia (31) .
Tri dan Umi ditahan kepolisian setempat untuk penyelidikan lebih lanjut atas guyonan bom itu. Sedangkan Lyan memilih bertahan untuk mendampingi mamanya.
- Hingga 17 Januari 2017, mereka belum kembali ke Indonesia. Bahkan, informasi terakhir, Tri dan Umi ditahan sel tahanan atau penjara wanita di Jeddah yakni Sijjin Islakhiyah, Dahbah, Jeddah.
- Hari ini, dijadwalkan pemeriksaan terakhir. Kalau hari ini penyidik kepolisian Jeddah menyatakan ada indikasi pelanggaran, keduanya akan berlanjut ke persidangan. Jika tidak ditemukan, maka keduanya akan dipulangkan.
- Pihak Sepinggan Travel sudah mengajukan surat permohonan pengampunan dan meminta bantuan ke Konjen untuk menyelesaikan kasus ini secara kekeluargaan.
Nonik teteskan airmata
Peristiwa ini membawa kesedihan bagi keluarga. Kepada Surya (Tribunnews Network), Nonik berharap segera ada kejelasan dari pemerintah terkait nasib ibunya ini.
Ia merasa iba dengan ibunya yang tidak bisa pulang ke Indonesia.
"Kasihan mama, sudah saatnya pulang tapi tidak bisa pulang ke rumah. Seharusnya mama, sudah berada di Pasuruan sejak tanggal 12 Januari lalu, tapi sampai sekarang belum pulang," kata Nonik sambil meneteskan air mata.
Nonik merasa ada yang hilang di dalam keluarganya. Ia merasa kehilangan sosok yang selalu menguatkannya.
Ia juga merasa beban karena banyak pertanyaan yang muncul, kenapa sang mama belum pulang dari tanah suci.
"Saya juga bingung, tapi ini musibah mau bagaimana lagi. Saya hanya berharap semoga ada jalan keluar dalam jangka waktu dekat ini," tandasnya.
Hal yang sama juga disampaikan Berlina Marganita, anak kedua Umi, dan adik kandung Lyan Widia.
Dia ingin pemerintah membantu kepulangan sang mama. Ia yakin bahwa mamanya ini tidak bersalah dan tidak membawa bom atau bahan peledak.
"Saya yakin itu hanya bercanda saja. Tidak ada maksud apa - apa. Mohon pak menteri dan pak presiden untuk membantu mama saya disana," jelasnya.
Ia mengaku, dalam jangka waktu dekat ini, akan mengambil libur panjang dan berangkat ke Jakarta.
Ia berkeinginan mendatangi kantor kementerian luar negeri untuk menyegerakan proses pemulangan mamanya yang menjadi tahanan di Arab Saudi atas dugaan kasus sepele.
"Kalau ada waktu saya akan ke Arab Saudi , saya kangen sama mama. Semoga ada jalan terbaik yang bisa didapatkan," pungkasnya. (*)