Laporan Wartawan Tribun Jateng, Dini suciatiningrum
TRIBUNJATENG.COM, KENDAL - "Brit obrat abrit Pemerintah kecirit amargo kakehan duit."
Begitu mantra yang dicuapkan warga korban Jalan Kabupaten Kendal dan Jaringan Masyarakat Kendal (Jamak) yang berunjukrasa di depan kantor Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional Kendal, Jawa Tengah, Kamis (9/2/2017).
Mantra-mantra tersebut diucapkan berulang oleh warga untuk mengusir setan-setan selam proses pembebasan Jalan Tol Batang-Semarang.
Sejumlah sesaji melengkapi ruwatan tersebut. Usai teatrikal, sesaji ditabur dan disebar di halaman kantor ATR/BPN, massa juga meletakkan sesaji di papan nama kantor.
Aksi meruwat kantor ATR-BPN Kabupaten Kendal sebagai bentuk keprihatinan adanya makelar pembebasan lahan jalan tol Batang-Semarang. Sehingga warga dirugikan.
Warga menilai ada intimidasi dan tidak ada musyawarah dengan warga korban terdampak jalan tol karena langsung disodori nilai ganti rugi.
Sehingga, warga tidak bisa menawar, karena satuan kerja pembebasan tanah tidak memberikan kesempatan kepada warga untuk menawar.
Apabila keberatan dengan taksiran harga dari satuan kerja, maka warga bisa mendaftarkan gugatan ke pengadilan.
“Sampai balai desa, warga diberikan amplop yang sudah berisi nilai ganti rugi. Pihak satker tidak memberi kesempatan tawar menawar, bahkan mengatakan jika keberatan dengan nilai tersebut silahkan gugat ke pengadilan. Emangnya warga salah apa kok disuruh ke pengadilan untuk menggugat,” ujar Bambang warga Ngawensari, dalam orasinya.
Perwakilan massa Agus Surono menuturkan, belum ada kesepakatan ganti rugi yang layak bagi korban jalan tol Batang-Semarang.
“Proses pengadaan lahan dan ganti rugi sesuai dengan aturan dan adil. Selama ini banyak komplain dari masyarakat mengenai validitas obyek ganti rugi,” terang Agus.
Kepala Kementerian ATR/BPN Kabupaten Kendal Heri Fathurahman mengungkapkan pihaknya tidak menolak warga yang ingin menyampaikan anspirasi, sebaliknya dia berterima kasih.
Terkait harga, pihaknya tidak ada tawar menawar harga dengan warga sebab bukan kewenangan ATR/BPN.
"Kami hanya perantara yang memsosialisasikan harga yang ditetapkan tim appraisal pada warga jadi masalah harga bukan kompetensi kami," ujar Hery.