Laporan Wartawan Tribun Jabar, Yudha Maulana
TRIBUNNEWS.COM, BANJARAN - Di rumah semi permanen yang rusak akibat banjir luapan Sungai Citaluktuk dan Sasak Tunggal, tiga kepala keluarga hidup apa adanya.
Rumah di Kampung Bojong Pulus RT 5 RW 02, Desa Banjaran Wetan, Banjaran, Kabupaten Bandung, itu berukuran 11x8 meter dan dibagi tiga KK.
Mereka yang tinggal di sini adalah suami istri Heri Suhartono (49) dan Ai Rumanah (47), Eulis Rohmah (50) dan Dedi Rosadi (50), kemudian Nandang (65) dan Puji Sulistowati (55). Anak-anak mereka juga tinggal di rumah ini.
Pantauan Tribun Jabar, kondisi rumah memprihatinkan. Lantai dan kaso-kaso jendela rumah terkelupas, sebagian dinding yang terbuat dari bilik bambu reyot karena sering tergenang banjir.
Heri selalu merasa cemas ketika hujan deras turun, ia takut banjir datang kembali dan membuat rumahnya semakin rusak.
"Banjir terjadi hampir di setiap musim hujan, musim kemarau pun kadang suka banjir di sini, kalau dari hulu (Arjasari) ada air bawaan," kata Heri di rumahnya pada Rabu (5/4/2017) sore.
Ketika banjir datang, ketinggian muka air di angka satu meter. Pria yang bekerja sebagai petugas keamanan itu mengatakan pada 2004 silam, air mencapai atap rumahnya atau sekitar 2 sampai 3 meter.
"Sekarang juga sebagian atap rumah kami memakai terpal, belum diperbaiki, karena gaji saya yang hanya satu juta. Kadang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari juga," kata ayah dua anak itu.
Eulis mengaku khawatir rumah mereka roboh, sebab perlahan-lahan air mengikis kekokohan pondasi rumah mereka yang sebagian besar terbuat dari kayu.
"Rumah ini merupakan peninggalan orangtua kami, tapi ya begini kami tidak ada barang-barang yang berharga dalam rumah karena rusak atau hanyut tersapu banjir," kata ibu tiga anak itu.
Penghasilan suami Eulis, Dedi, tak bisa mencukupi untuk renovasi rumah. Dedi hanya bekerja sebagai penyembelih sapi atau domba untuk ritual aqiqah umat Muslim.