Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menilai DPR tak perlu memprotes pencegahan Setya Novanto ke luar negeri oleh KPK.
Sebab, kewenangan KPK mencegah seseorang yang masih dalam berstatus sebagai saksi adalah sesuatu yang diberikan oleh undang-undang yang ikut dibuat oleh DPR dengan Presiden.
Sementara pengaturan yang sama juga ada di dalam UU Keimigrasian, tetapi telah dibatalkan MK dalam uji materil.
Dengan demikian, kata Yusril, hanya orang yang berstatus tersangka saja yang baru bisa dicegah, sedangkan saksi tidak.
Masalahnya, Yusril mengatakan Undang-Undang KPK yang membolehkan mencegah saksi, masih berlaku dan belum pernah diubah atau dibatalkan oleh MK.
"Jadi kalau Novanto keberatan dicekal oleh KPK sedangkan statusnya baru sebagai saksi, maka dia bisa mengajukan uji materil ke MK untuk membatalkan pasal dalam UU KPK yang membolehkan mencekal seseorang yang baru berstatus saksi," kata Yusril melalui pesan singkat, Rabu (12/4/2017)
Cara lainnya, Yusril menyarankan Novanto bisa menggugat KPK ke Pengadilan TUN untuk menguji apakah keputusan cekal itu beralasan hukum atau tidak. Menurut Yusril ,Setya Novanto sebagai Ketua DPR sudah sepantasnya melakukan perlawanan secara sah dan konstitusional dengan menempuh jalur hukum. Bukan DPR melakukan protes ke Presiden.
Gempa Terkini Senin 5 Februari 2024 Guncangan Baru Saja Terjadi, di Sini Lokasi dan Kekuatan Getaran
Gempa Terkini Minggu 14 April 2024 Pagi Guncangan Baru Saja Terjadi, di Sini Lokasi dan Magnitudonya
Gempa Bumi Terkini Senin 19 Februari 2024 Pagi, Guncangan Baru Terjadi, di Sini Lokasi dan Magnitudo
"Apalagi semua tahu bahwa KPK adalah lembaga indenden yang bukan bawahan Presiden," kata Yusril
Sebelumnya, Pimpinan DPR akan menyurati Presiden Joko Widodo mengenai keberatan terhadap pencegahan Setya Novanto keluar negeri. Pencegahan itu dilakukan KPK terkait kasus e-KTP.
Fahri mengatakan keputusan tersebut diambil dalam rapat badan musyawarah (Bamus) DPR yang diikuti seluruh fraksi kecuali Hanura dan Demokrat. Menurut
"Karena kami ingin mengambil satu sikap, yang bukan sikap rapim saja, tetapi paling tidak sikap Bamus, sehingga bisa mewakili keterwakilan semua fraksi di DPR," kata Fahri.