News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Misteri Hilangnya Pertapa di Dieng

Tahan Cuaca Sangat Dingin, Belasan Tahun Tapa Mbah Fanani Tak Berpakaian, Hanya Bersarung

Editor: Sugiyarto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kawah Sikidang Pegunungan Dieng

Laporan Wartawan Tribun Jateng, Khoirul Muzakki

TRIBUNNEWS.COM, BANJARNEGARA - Keberadaan Mbah Fanani menjadi fenomena unik tersendiri di tengah moncernya pariwisata Dieng.

Pertapaannya di tengah keramaian mengundang perhatian banyak orang, juga menjadi daya tarik wisatawan.

Sugiyono atau yang biasa disapa Ono mengungkapkan, Mbah Fanani sering dikunjungi banyak orang.

Kebanyakan dari mereka berasal dari luar kota.

Ono pun tidak mengetahui maksud orang-orang itu menemui Mbah Fanani.

Saat datang menemui si Mbah, mereka selalu membawa makanan.

Tak jarang, mereka meninggalkan uang di tenda si Mbah.

"Kalau dikasih uang dia tidak mau. Dikasih makan orang juga tidak dimakan," jelasnya kepada Tribunjateng.com, Kamis (13/4/2017).

Seingatnya, Mbah Fanani telah puluhan tahun bertapa di wilayah Dieng dengan cara berpindah-pindah.

Paling lama, orangtua itu bermeditasi di depan rumahnya sejak 1995.

Saat itu, ia melihat Mbah Fanani duduk siang malam di depan rumah di RT 1 RW 1, Desa Diengkulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, ini.

Karena merasa kasihan, istri Ono berinisiatif memberi makan.

Karena pertapa ini tak pernah beranjak dari tempat duduknya, warga kemudian membuatkan tenda.

Bangunan peneduh itu melindungi Mbah Fanani dari terik dan hujan.

Selama merawat Mbah Fanani, Ono merasakan sejumlah keanehan dalam pribadi yang bersangkutan.

Mbah Fanani tak pernah mau makan makanan yang diberi oleh orang yang menemuinya.

Ia hanya mau makan makanan yang disediakan istri Ono.

Satu yang unik, Ono tak pernah tahu di mana atau ke mana Mbah Fanani buang hajat.

Tak hanya itu, Mbah Fanani sangat kebal cuaca ekstrem Dieng.

Meski hawa sangat dingin, ia tak pernah terlihat menggigil.

Padahal orangtua ini tak berpakaian, hanya berselimut sarung.

"Warga asli Dieng saja kedinginan dan berselimut tebal saat puncak musim dingin, sekitar bulan Agustus. Saat itu, Dieng biasa diguyur hujan es dan cuaca sangat dingin," jelas Ono. (bagian ketiga/tamat)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini