Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Tito Ramadhani
TRIBUNNEWS.COM, BENGKAYANG - Warga Dusun Senoleng, Desa Sunggkung III, Kabupaten Bengkayang, dihadapkan pada pilihan buruk dan terburuk soal belanja.
Untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, pilihannya akan tetap berbelanja ke Bengkayang atau Entikong, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat.
Abet Nego (36), warga setempat, mengaku lebih memilih berbelanja ke Entikong karena akses dan kondisi jalan dari Sungkung menuju Bengkayang lebih sulit.
Diakuinya biaya transportasi dari Entikong ke Sungkung mahal lantaran akses jalan yang ada sangat sulit dilewati. Tapi banyak warga tetap dapat berbelanja setiap hari ke Entikong menggunakan ojek.
"Kami biasanya berbelanja ke Entikong. Seperti gas sekarang sudah naik sekitar Rp 380 ribu per tabung 30 kilogram, gas Malaysia. Itu harga di Entikong dan dijual di sini jadinya Rp 480 ribu," cerita Nego kepada Tribun Pontianak, Senin (10/4/2017).
Sementara gas elpiji kemasan 3 kilogram di Entikong dijual sekitar Rp 20 ribu sampai Rp 25 ribu per tabung. Masuk Sungkung harganya menjadi Rp 80 ribu sampai Rp 90 ribu per tabung.
Baca: Cerita Beras Merah Warga Sungkung dan Sepucuk Surat untuk Presiden Jokowi
Baca: Kades Berharap Putra Daerah Jadi Tenaga Pendidik di Sungkung
Baca: Warga Desa Sungkung Meminta Presiden Jokowi Bangun Akses Jalan
Baca: Warga Desa Sungkung Meminta Presiden Jokowi Bangun Akses Jalan
Tarif ojek dari Entikong menuju Sungkung dihitung berdasarkan barang yang diangkut. Nego mencontohkan tabung gas 30 kilogram dijual di Entikong Rp 380 ribu belum termasuk ongkos ojeknya.
Pengemudi ojek biasanya mematok tarif Rp 5 ribu sampai Rp 6 ribu per kilogram barang. Tinggal 30 kilogram gas elpiji dikalikan Rp 5 ribu sehingga tarifnya jasa ojek Rp 150 ribu.
"Biaya transportasi barang ke sini memang mahal," ungkap Nego.
Melihat kondisi akses jalan yang rusak dari Entikong menuju Sungkung, wajar kebutuhan pokok dan lainnya yang masuk ke Sungkung harganya melonjak tinggi.
Di Entikong harga semen hanya Rp 90 ribu per sak, menjadi Rp 300 ribu per sak di Sungkung, ditambah ongkos ojek Rp 250 ribu.
"Harga semennya di sini melonjak menjadi Rp 340 ribu. Sekali bawa biasanya dua sak, kalau ada yang mampu bisa sampai tiga sak. Kami di Sungkung memang benar-benar terisolir," ucap dia.
Penduduk Sungkung sejak lama memiliki akses jalan yang layak dilalui seperti daerah lain yang beraspal, dan jika hujan tak lagi terjebak lumpur.
Jika hujan akses jalan dari dan ke Sungkung ibarat kerbau yang berkubang dalam lumpur. Jarak Sungkung-Entikong hanya sekitar 51 kilometer, tapi lain cerita jika hujan turun. Otomatis jarak tempuh menjadi lebih lama.
Hal senada diungkapkan Kepala Desa Sungkung III, Ishak Alfreth. Jalan akses menuju desanya memang dalam kondisi sulit dilalui.
"Dalam kondisi tanah kering jalan akses dari Entikong ke Sungkung dapat dilewati warga lebih cepat, hanya membutuhkan waktu sekitar 3 jam," kata Ishak.
Pengendara bermotor bisa sampai seharian jika hujan turun, itu pun hanya motor bebek saja yang bisa terus berjalan meski membawa barang-barang. Sepeda motor besar bakal sulit menembus lumpur.
"Kalau sepeda motor bebek mudah bawa barang, selain itu ringan membawanya. Kalau sewaktu hujan turun mendorongnya tidak terlalu berat," terang dia.
Kebutuhan akses jalan memadai bagi warga Sungkung sangat mendesak. Warga berharap Presiden Joko Widodo segera merealisasikan pembangunan jalan di sana.
Warga Sungkung sangat berharap punya jalan agar dapat lebih mudah menjual hasil perkebunan dan pertanian ke Entikong maupun Bengkayang.
"Selama ini hasil kebun atau pertanian kami kalau sudah tak termakan, membusuk, dan jadinya dibuang," keluh Ishak.