Laporan Wartawan Tribun Jateng, Muh Radlis
TRIBUNNEWS.COM, PEKALONGAN - Jalur Sipacet atau lumrah disebut Tanjakan Sipacet menjadi akses penghubung antara Desa Simego, Petungkriyono, Kabupaten Pekalongan dengan Kalibening, Kabupaten Banjarnegara.
Jalur ini merupakan akses vital bagi warga Simego meski jalan berbatu tersebut masuk ke dalam wilayah Kabupaten Banjarnegara.
Masyarakat Simego yang mayoritas petani menjual hasil kebunnya ke Pasar Kalibening, Banjarnegara. Mereka beralasan jarak tempuh jauh lebih dekat ketimbang ke pasar terdekat di Petungkriyono yang jaraknya mencapai 36 kilometer.
"Kalau di Pasar Kalibening, jaraknya cuma 10 kilometer, lebih dekat," kata tokoh masyarakat Simego, Sungkowo, Rabu (17/5/2017).
Hasil panen berupa kentang, sawi, kol dan aneka sayuran serta bawang itu dijual masyarakat di Pasar Kalibening.
"Masyarakat menggantungkan penghasilannya di Pasar Kalibening," ungkap dia.
Sayangnya jalur Sipacet rusak parah. Tak ada aspal di jalur tersebut, hanya ada batu gunung dan tanah yang dikeraskan oleh masyarakat Simego.
Jangan bayangkan bisa berboncengan menggunakan motor melalui jalur tersebut. Baik motor atau mobil, penumpang harus turun dan berjalan kaki sementara pengemudi harus ekstra hati hati melajukan kendaraannya agar tidak terjatuh atau kandas di bebatuan.
Panjang jalan yang rusak parah mencapai 500 meter. Saat Tribun Jateng mencoba menjajal jalan tersebut, beberapa kali bawah mobil kandas di bebatuan jalan yang besar.
Sungkowo mengatakan, sepeda motor milik warga yang digunakan mengangkut hasil kebun ke Pasar Kalibening dimodifikasi.
Bagian kaki kaki motor ditinggikan agar tidak tersangkut di bebatuan.
Untuk mobil, warga mengandalkan jenis Colt pikap. Penumpang hanya naik di atas mobil apabila melewati jalan mulus, ketika masuk ke Tanjakan Sipacet, penumpang harus turun dan membawa barang sekuatnya sembari berjalan kaki menuruni atau mendaki tanjakan tersebut.
"Untuk mengurangi beban di mobil agar tidak kandas di batu," katanya.
Jalur dari Simego ke pasar terdekat di Petungkriyono yang berjarak 36 kilometer pun tak terbilang mulus.
Di beberapa lokasi terdapat jalur pengerasan tepat di pendakian dengan tikungan tajam hingga jembatan darurat yang terbuat dari kayu.
Baik jalur ke Petungkriyono atau ke Kalibening, keduanya terbilang sempit. Kendaraan roda empat tidak bisa melaju apabila bertemu dengan kendaraan roda empat dari arah berlawanan. Satu mobil harus mengalah dan memepetkan kendaraannya ke tebing atau jurang agar kendaraan dari arah sebaliknya bisa melaju.
Hal itu yang membuat warga Simego, desa tertinggi di Kabupaten Pekalongan, memilih menjual hasil kebunnya di luar kabupatennya.
"Akses ke Kalibening lebih dekat, cuma kendalanya satu: jalannya rusak melebihi kata parah," kata dia.
Sulitnya akses ke desa tersebut membuat harga kebutuhan warga terbilang mahal. Untuk satu tabung elpiji tiga kilogram warga harus membayar Rp 25 ribu, jauh lebih mahal dari harga resmi yang ditentukan oleh pemerintah, Rp 14.500.
"Kebutuhan warga memang jauh lebih mahal karena akses jalan yang sulit. Butuh perjuangan ekstra untuk sampai di desa ini," kata dia.
Kunjungan Bupati Pekalongan, Asip Kholbihi, ke desa itu pun dimanfaatkan warga untuk menyampaikan keluhan terkait jalur Sipacet.
Meski bukan masuk wilayahnya, Asip berjanji agar jalur tersebut segera diperbaiki.
"Itu masuk ke Banjarnegara, tapi saya berjanji akan segera berkoordinasi dengan Pemkab Banjarnegara. Kebetulan Bupati terpilih itu kawan dekat saya," kata Asip.
Koordinasi yang dimaksud Asip pun bukan sekedar meminta Pemkab Banjarnegara untuk memperbaiki jalur itu.
"Kami akan tekankan ke Pemkab Banjarnegara agar jalur itu masuk prioritas perbaikan. Akan saya kawal terus nanti setelah ada MoU untuk perbaikan jalur itu," kata Asip.