Adapun Eka Diana dan Mundhi mengaku diminta Iwan berpura-pura menjadi istri pemohon kredit.
Iwan selalu menjemput keduanya setiap akan mencairkan kredit.
Setiap kali pencairan, masing-masing mendapatkan Rp 2 juta.
Adapun Raden Tommy berperan sebagai pemalsu seluruh dokumen pengajuan kredit.
Dia telah memalsukan 10 sertifikat hak milik.
Fee yang didapatkan dari Iwan sebanyak Rp 9 juta.
Keterangan para saksi itu tidak dibantah Iwan.
Dia memang memalsukan semua data persyaratan untuk mengajukan kredit.
Iwan juga men-setting tujuh orang ini menjadi pasangan suami istri.
"Semula saya mengajukan kredit menggunakan KTP palsu. Karena saat mengajukan kredit, hasil BI Checking saya jelek," ungkap Iwan.
Dia mengaku hanya mendapatkan uang Rp 150 juta dari total pencairan.
Otak pemalsuan ini juga menyatakan sempat mengangsur kredit selama beberapa bulan.
Hakim Bayu Isdiatmoko menyebut kasus kredit fiktif ini tak seluruhnya kesalahan terdakwa.
Menurutnya, pembobolan bisa terjadi karena Bank BRI memiliki mekanisme pencairan kredit yang terlalu longgar.
"Meski begitu, yang dilakukan terdakwa tidak benar. Meski diangsur, tetap saja terdakwa salah karena telah melakukan pemalsuan," tandas Bayu.
Sidang selanjutnya beragendakan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) akan digelar pada 24 Mei. (tribunjateng)