TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Posko Pengaduan Tunjangan Hari Raya (THR) menerima aduan dari dua serikat pekerja berbeda. Mereka mengadukan perusahaan tempat mereka bekerja lantaran THR dipastikan tidak akan turun.
Ketua Forum Perjuangan Hak Karyawan salah satu perusahaan di Tempel, Sleman, Donny Arifa Andrianto mengatakan, ada 93 karyawan tidak akan diberikan THR.
Hal tersebut dikarenakan 93 karyawan enggan direlokasi ke kantor baru yakni di Sukoharjo, Jawa Tengah.
"Kami menolak karena jauh, tidak dapat uang transport, dan statusnya juga tidak jelas. Rupanya kami karyawan yang menolak relokasi tidak akan mendapat THR," ujar Donny, Minggu (11/6/2017).
Donny menuturkan, perusahaan tempat ia bekerja yang memproduksi gula semut ekspor ini, kantornya akan pindah domisili lantaran habis masa kontrak.
Perusahaan mengajak karyawan untuk turut pindah namun bagi yang menolak direlokasi tidak mendapat THR maupun pesangon.
Baca: Dua Perusahaan di Sleman Dilaporkan Tak Mau Bayar THR Karyawannya
"Tuntutan kita ini ingin mendapat status yang jelas, apakah kami di-PHK apa tidak. Selain itu kita juga menuntut hak kita, yakni THR sekaligus pesangon dan tali asih bila memang kami di PHK," ungkapnya.
Donny menyebut, upaya mediasi sudah dilakukan sejak bulan Mei lalu.
Mediasi dilakukan ke dinas terkait hingga Musyawarah Pimpinan Kecamatan (Muspika) namun hasilnya buntu.
Hingga akhirnya, kemarin Donny mengadukan nasibnya dan kawan-kawannya ke Aliansi Buruh Yogyakarta (ABY).
Sejak 1 Juni 2017, ABY membuka Posko Pengaduan THR.
Menanggapi persoalan yang dialami donny dan 92 karyawan lainnya, Sekretaris Jenderal (Sekjend) ABY Kirnadi menyebut, bahwa relokasi tidak wajib diikuti oleh karyawan namun pembayaran THR adalah kewajiban.
"Itu kan (relokasi) tidak bersifat wajib, namun seharusnya pengusaha tetap wajib membayarkan THR dan pesangon sesuai ketentuan bagi karyawan yang tidak ikut relokasi," ungkapnya.
Kirnadi berpendapat, tahun ini diperkirakan terjadi peningkatan ketidakpatuhan perusahaan dalam pembayaran THR.
Hal tersebut dilihat sejak dibukanya posko pengaduan pada awal bulan Juni, sudah masuk empat laporan.
"Ada peningkatan ketidakpatuhan pembayaran dan rata-rata ada PHK, padahal PHK harus ada ketetapan di pengadilan," ujar Kirnadi.
Menurutnya, praktik-praktik curang pengusaha agar tidak berkewajiban THR terus berlangsung.
Dari hasil observasinya, 40 hingga 50 persen pekerja hotel di Kota Yogyakarta adalah pekerja harian yang rentan tidak mendapatkan THR.
"Modusnya, sebelum bulan puasa mereka diputus kontrak lalu direkrut lagi saat bulan puasa dengan waktu kurang dari sebulan sejak Hari Raya, sehingga hotel jadi tidak wajib bayar THR," tuturnya.
Persoalan pembayaran THR sendiri tidak lah melalui jalan mediasi, karena merupakan hak normatif.
Artinya, kewajiban pembayaran THR sudah ditetapkan oleh Undang-undang dan perusahaan harus patuh agar tidak dikenai denda.
"ABY sendiri akan meneruskan laporan ke dinas terkait untuk ditindaklanjuti untuk menganjurkan perusahaan segera membayar THR karyawannya," jelas Kirnadi.
Tahun 2016, ABY menerima enam aduan dengan jumlah buruh sekitar 1.000-an, terkait ketidakpatuhan perusahaan dalam membayarkan THR di DIY.
Semua aduan berhasil diselesaikan dengan hasil pembayaran THR dilaksanakan walau terlambat.