TRIBUNNNEWS.COM, PASURUAN - Ketua Kelompok Kerja Madrasah Diniyah (KKDM) Wonorejo, Ustadz Abdus Syakur mengaku sepakat melakukan penolakan terhadap kebijakan penerapan sIstem lima hari sekolah dan Full Day School (FDS).
Ia mengatakan, jika itu diterapakan, maka akan banyak Madrasah Diniyah (Madin) dan tpq di Pasuruan yang terlantar dan terancam tutup.
“Di Pasuruan ini kan memang sudah ada Peraturan Bupati (Perbup) yang mewajibkan anak – anak untuk ikut pendidikan nonformal yakni di Madrasah Diniyah (Madin) atau TPQ. "
"Jadi, semisal kebijakan FDS dan lima hari sekolah, maka akan berdampak pada keberlangsungan program wajib madin yang sudah diterapkan Pemkab Pasuruan,” katanya.
Dia mengatakan, sebagai pengurus madin, pihaknya merasa dirugikan. Sebab, ia yakin, bahwa santrinya di madin ini sudah tidak akan bisa mengikuti kegiatan madin karena terkendala dan terganjal peraturan atau kebijakan menteri yang baru ini.
“Kami dan pengurus madin lainnya, jelas menolak atas kebijakan ini. Meskipun, menteri sempat memberikan statemen bahwa kebijakan ini bisa fleksibel atau integrasi dengan peraturan di suatu daerah. Tapi, itu kan juga melemahkan peraturan menteri, lebih baik kebijakan itu ditiadakan saja,” ungkapnya.
Sekadar diketahui, dari data yang dihimpun di Dinas Pendidikan (Dispendik) Kabupaten Pasuruan, di Pasuruan ini ada 1.239 madin yang terdaftar secara resmi. Madin ini sudah memiliki struktur organisasi dan perizinan yang lengkap.
Untuk siswa madin berjumlah 118.336 di seluruh Pasuruan. Sedangkan untuk TPQ, ada 1.269 TPQ dengan jumlah siswa mencapai 88.142.
Di dalam Madin, ada 6.916 pengajar yang menggantungkan hidupnya.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pasuruan Sudiono Fauzan mengatakan, secara umum, pihaknya memang sangat tidak cocok dengan kebijakan ini.
Ia menjelaskan, bahwa kebijakan itu akan membuat anak – anak tidak produktif.
“Mau ngapain coba libur dua hari. Sehari saja sudah cukup. Khawatirnya, kalau ini dijalankan, maka potensi anak –anak melakukan perilaku menyimpang akan lebih tinggi,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, bahwa pihaknya memang menolak. Apalagi, Pasuruan memiliki Perbup nomor 21 tahun 2016 tentang wajib belajar madrasah diniyah di kabupaten pasuruan.
“Anak berusia 7 – 18 tahun diwajibkan mengikuti pendidikan madin. Tujuannya, dulu itu agar anak – anak di Pasuruan ini memiliki kesibukan positif. Makanya, kami wajibkan anak – anak yang pulang sekolah, wajib ikut madin. Karena apa, madin ini sangat menyenangkan sekali, menurut saya,” terangnya.
Ia menjelaskan, bahwa pihaknya akan tegas dan bersikukuh menolak kebijakan ini. Sebab, kebijakan ini tidak sinkron dengan perbup yang sudah berjalan di Pasuruan ini.
Ia mengaku, pihaknya akan melakukan segala upaya agar kebijakan ini tetap tidak diterapkan.
“Kalau semisal tidak bisa, kami akan memodifikasi kebijakan menteri ini. Harapannya, agar madin bisa tetap berjalan."
"Syukur – syukur nanti, kalau semisal madin masuk dalam FDS, atau kebijakan menteri. Jadi, lebih baik,” pungkas Dion.