News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

OTT DPRD Mojokerto

Maraknya Korupsi THR dalam Momentum APBD Perubahan

Penulis: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Petugas KPK menunjukkan barang bukti uang hasil operasi tangkap tangan (OTT) senilai Rp 470 juta disaksikan Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dan Saut Situmorang saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Sabtu (17/6/2017). KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka yaitu Kepala Dinas PU dan Penataan Ruang Pemkot Mojokerto Wiwiet Febryanto, Ketua DPRD Kota Mojokerto Purnomo, Wakil Ketua DPRD Mojokerto Abdullah Fanani, dan Wakil Ketua DPRD Mojokerto Umar Faruq terkait suap pengalihan anggaran di Dinas PUPR Kota Mojokerto tahun 2017. TRIBUNNEWS/HERUDIN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim Satgas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT), Jumat (16/6/2017) di Mojokerto, Jawa Timur.

Informasi yang dihimpun, dari beberapa pihak yang diamankan terdapat penyelenggara negara yang merupakan seorang anggota DPRD Mojokerto dan seorang pejabat di salah satu Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Mojokerto.

Mereka ditangkap tim Satgas KPK saat sedang bertransaksi suap.

KPK akhirnya menetapkan Ketua DPRD Kota Mojokerto Purnomo dan dua wakilnya Umar Faruq dan Abdullah Fanani sebagai tersangka korupsi kasus pengalihan anggaran dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Mojokerto tahun 2017.

Ketiga pimpinan DPRD Kota Mojokerto tersebut ditetapkan sebagai tersangka karena menerima uang Rp 470 juta dari Rp 500 juta uang komitmen fee untuk pengalihan anggaran tersebut.

Ketiganya disangka sebagai penerima dan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Baca: KPK Amankan Uang Ratusan Juta Saat OTT Pimpinan DPRD Kota Mojokerto

Deputi Sekjen FITRA Apung Widadi mengatakan indikasi kuatnya suap tersebut untuk Tunjangan Hari Raya (THR) dengan substansi kasus pemindahan anggaran politik dalam APBD.

"Fenomena korupsi untuk kebutuhan THR menjadi tragedi bulan suci Ramadan. Hampir setiap tahun terjadi dan ditangkap KPK. Parahnya, uang suapnya bersumber dari APBD. Padahal alokasi gaji ke 13 (THR) dari kementerian keuangan saat ini mencapai Rp 23 triliun," kata Apung Widadi salam rilisnya kepada redaksi Tribunnews, Minggu (18/6/2017).

Apung mengatakan saat ini adalah momentum pembahasan APBD Perubahan 2017 di daerah-daerah, dan mulai perencanaan APBD 2018.

Bertepatan dengan kerakusan politikus yang hidup bermewah-mewah, maka momentum ini menjadi rawan.

"Menteri dalam negeri perlu mengimbau menghentikan proses dan dilanjutkan setelah lebaran agar tidak ada transaksional dalam pembahasan APBD tersebut," kata Apung.

Selain itu, menurut Apung, para ulama harus turun gunung saat Ramadan ini, mengkampanyekan antikorupsi, jangan kotori bulan suci dengan Korupsi THR.

"Politikus harus diajari cara hidup sederhana, tidak usah gengsi jika tidak membagi THR tapi dari uang haram," ujar Apung.

Sebelumnya, tahun 2016 pada korupsi Bupati Banyuasin, Yan Anton Ferdian juga mengaku di persidangan 22 Februari 2017.

"Saya diminta menyiapkan THR untuk Kapolres dan Kejari beserta jajarannya," kata Yan saat persidangan lalu.

Tiga tahun sebelumnya, KPK berturut-turut juga menangkap koruptor saat bulan ramadan dan mengarah ke THR.

"Penangkapan hakim PTUN Medan yang diikuti penangkapan OC Kaligis mengingatkan saya pada dua perkara korupsi. Yang pertama adalah penangkapan Kepala SKK Migas, Profesor Rudi Rubiandini pada Agustus 2013 dan yang kedua adalah penangkapan Bupati karawang, Ade Swara, pada Juli 2014. Bahkan tahun 2002 dalam kasus DKP juga ada indikasi korupsi untuk THR," kata Apung.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini