Laporan Wartawan Tribun Jogja, Bramasto Adhy
TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Namanya Parjan. Usianya 42 tahun. Pria tuna netra itu menikahi Erni, wanita 55 tahun yang mengalami keterbatasan fisik di kakinya.
jangan tanya soal semangat hidup kepada mereka. Pasangan yang dikaruniai dua anak ini gigih menerjang rintangan demi menyambung hidup dan masa depan keturunannya.
"Direwangi njengking-njengking, sing penting wis usaha dhewe (Dibela-belain kerja banting tulang, yang penting punya usaha sendiri)," ujar Parjan diamini Erni saat ditemui Tribun Jogja di rumahnya, Selasa (11/7/2017).
Penyandang disabilitas ini begitu romantis. Mereka tinggal di Gang Tongkol IX Minomartani, Ngaglik Sleman.
Mereka sangat tegas menolak untuk mencari uang dengan cara mengamen. Menurut mereka, mengamen sama saja dengan mengemis.
Parjan dan Erni selalu tampil kompak dan terlihat romantis kala bersama-sama menjajakan roti di kawasan kampus Universitas Negeri Yogyakarta dan Universitas Gadjah Mada.
Keputusan berhenti mengamen dan memilih usaha jualan roti ini diambil usai Parjan dan Erni merasakan pengalaman pahit 13 hari hidup sengsara di dalam sel penjara.
Parjan mengakui sekitar 2013, dia bersama istrinya terjaring razia kala mengamen di sepanjang Jalan Malioboro, Yogyakarta.
"Kami benar-benar kapok mengamen. Kalau sudah ketangkap, di dalam sel itu enggak enak," mereka mengenang pengalaman pahit itu.
Di dalam sel, kata Parjan, mereka ditempatkan dalam satu ruangan yang isinya orang gila semua. Pengalaman tersebut membuatnya sadar dan mendorongnya mencari rejeki dengan berjualan roti.
Setiap hari Parjan dan Erni menyusuri jalan sepanjang enam kilometer dari rumahnya di Minomartani menuju kampus UNY di Gejayan.
Parjan yang menderita kebutaan dengan sabar menggandeng Erni yang menderita kekurangan fisik di kakinya.