TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Koordinator Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) V Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menunggu aturan dari Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi terkait dengan dosen yang tergabung dengan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Menteri Ristek Dikti menyampaikan dosen yang tergabung dengan HTI diberi dua pilihan, tetap jadi dosen dan keluar dari HTI atau tetap di HTI tetapi harus keluar dari dosen.
Hal tersebut akan diberlakukan pada dosen dengan status PNS di perguruan tinggi negeri (PTN).
Aturan tersebut juga akan diterapkan di Perguruan tinggi swasata (PTS) namun dengan beberapa skema atau model yang mungkin berbeda.
Terkait hal ini, Koordinator Kopertis V DIY, Bambang Supriyadi mengatakan secara prinsip akan mengimplementasikan kebijakan yang ditetapkan pemerintah.
Baca: Warning Buat Dosen Anggota HTI, Keluar dari HTI atau Status PNS Dicabut
"Sejauh itu ada dalam bentuk surat keputusan, Permen (peraturan menteri) atau hal yang memang itu mendasari tindak lanjut atau tindakan yang bisa kita kenakan sebagai dasar, ya mestinya tinggal mengimplementasikan saja," ujar Bambang ketika dihubungi Tribun Jogja, Sabtu (22/7/2017).
Nantinya jika sudah ada aturan yang dikeluarkan pemerintah maka pihaknya akan menyampaikan itu kepada pimpinan PTS.
Karena kewenangan dosen di PTS yang diangkat oleh yayasan ada di tangan pimpinan PTS.
"Kecuali dia dosen DPK (dipekerjakan di luar instansi pemerintah) yang ditempatkan di PTS, kalau itu ada di bawah saya, kalau itu dosen yayasan ya sepenuhnya saya harus saya sampaikan kepada pimpinan," katanya.
Selain itu, menurut Bambang juga perlu ada kriteria atau dasar yang kuat dalam nantinya menentukan apakan dosen itu anggota HTI atau bukan, seperti yang bersangkutan memiliki tanda anggota atau yang bersangkutan menyatakan dirinya memang tergabung di HTI dan bukan hanya dugaan.
Supaya tidak menimbulkan gejolak dan masalah di lingkungan akademik.