Hanya saja semua materi yang dimiliknya atas nama DO, suami sirinya.
Meskipun begitu, hal itu tidak dipermasalahkan sampai akhirnya April lalu, anak pertamanya berinisial BC usia 2,5 tahun hendak masuk sekolah.
Ia mendaftarkan anaknya di salah satu PAUD di Tarakan.
Ternyata salah satu syarat daftar anak sekolah harus memiliki akte kelahiran.
"Anaknya ditolak masuk sekolah, karena tidak ada akte kelahiran. Hal ini membuat SA menangis, padahal waktu itu SA sedang hamil, sehingga ini membuatnya stres," tutur Fanny.
Akhirnya SA berbicara dengan DO agar BC dibuatkan akte kelahiran.
Saat itu, suaminya berkata gampang dan bisa diatur.
Namun, ditunggu-tunggu akte kelahiran juga belum ada.
Tentu saja hal ini membuat SA semakin stres.
"Jadi menurut SA, DO ini hanya menjanjikan saja,” ungkap Fanny, Sabtu (5/8/2017).
Lantaran stres itulah, SA langsung berpikir bagaimana nanti nasib anak keduanya.
Apabila dilahirkan, nasibnya akan sama dengan BC yang tidak memiliki akte kelahiran.
SA pun memiliki keputusan, untuk melahirkan seorang diri tanpa dibantu siapapun, termasuk ibunya.
"Dari hasil tes psikotesnya SA ini memiliki kepribadian introvert atau tertutup. Jadi setiap masalah yang dihadapinya tidak pernah mau diceritakan kepada orang, dan dipendam sendiri oleh SA," kata Fanny lagi.