TRIBUNNEWS.COM - Malam satu Suro memang terkenal sakral dan penuh aura mistis bagi sebagian orang, Sebenarnya ada apa sih di malam satu suro?
Sejak saya kecil hingga sekarang mitos malam satu suro sering terdengar di telinga manakala hari pergantian tahun baru islam tersebut semakin dekat.
Banyak cerita angker dan penuh mistis tentang malam satu suro, Dibawah ini adalah diantaranya:
Malam Satu Suro adalah Lebarannya Makhluk Gaib
Kisah ini pasti sudah kerap terdengar di telinga kita, sebagian masyarakat pada masa lalu mempercayai jika malam 1 suro merupakan lebaran bagi makhluk gaib sehingga banyak diantara mereka yang keluar dari tempat persinggahan masing-masing.
Anehnya mitos ini kerap dikaitkan dengan adanya penampakan serta gangguan makhluk halus di malam tersebut. Entah darimana awal mitos ini muncul yang jelas mitos tersebut hingga kini masih banyak dipercaya.
Terlalu berlebihan jika ada yang percaya bahwa malam satu suro merupakan malam paling buruk dalam satu tahun. Bahkan ada beberapa orang yang menganggap bahwa di bulan suro terdapat banyak sekali sial dan bencana yang akan menimpa umat manusia.
Tak heran jika orang-orang jawa abangan pada zaman dulu kerap menghindari berbagai pesta upacara pada bulan ini termasuk pesta perkawinan dan hajatan lain.
Di lain sisi masyarakat kejawen meyakini bahwa musibah dan bencana dapat ditolak dengan cara melakukan ritual tertentu. Karena itulah kemudian dikenal beberapa tradisi malam satu suro seperti ruwatan untuk buang sial.
Kembalinya Arwah Leluhur Ke Rumah
Sebagian masyarakat jawa pada masa lalu lebih sakral lagi dalam menanggapi datangnya pergantian tahun Hijriyah. Banyak diantara mereka yang meyakini, bahwa di malam satu suro, arwah leluhur yang telah meninggal dunia akan kembali dan mendatangi keluarganya di rumah.
Bukan hanya itu saja, bahkan beberapa orang menambahkan peristiwa lebih seram lagi dimana mereka meyakini jika pada malam satu suro arwah dari orang-orang yang menjadi tumbal pesugihan akan dilepaskan dan diberi kebebasan pada malam tersebut sebagai hadiah pengabdiannya selama setahun penuh.
Nah demikianlah mitos-mitos di malam satu suro yang diyakini sebagian masyarakat awam, Kita sebagai umat Islam yang memegang teguh ajaran Rasulullah hendaknya tidak memakan mentah-mentah cerita tentang angkernya malam satu suro seperti yang disebutkan diatas.
Namun dalam hal ini, kita harus kembalikan masalah ini kepada Al Qur'an, Al Hadits dan tuntunan para ulama', dalam menanggapi fenomena malam satu suro ini.
Bulan Muharram Termasuk Bulan Haram
Dalam agama ini, bulan Muharram (dikenal oleh orang Jawa dengan bulan Suro), merupakan salah satu di antara empat bulan yang dinamakan bulan haram. Lihatlah firman Allah Ta’ala berikut (yang artinya), "Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram (suci). Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu." (QS. At Taubah: 36)
Lalu apa saja empat bulan suci tersebut? Dari Abu Bakroh, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, "Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi.
Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci).
Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadil (akhir) dan Sya’ban." (HR. Bukhari)
Lalu kenapa bulan-bulan tersebut disebut bulan haram? Al Qodhi Abu Ya’la rahimahullah mengatakan, "Dinamakan bulan haram karena dua makna. Pertama, pada bulan tersebut diharamkan berbagai pembunuhan. Orang-orang Jahiliyyah pun meyakini demikian. Kedua, pada bulan tersebut larangan untuk melakukan perbuatan haram lebih ditekankan daripada bulan yang lainnya karena mulianya bulan tersebut. Demikian pula pada saat itu sangatlah baik untuk melakukan amalan ketaatan." (Lihat Zaadul Masiir, Ibnul Jauziy, tafsir surat At Taubah ayat 36, 3/173, Mawqi’ At Tafasir)
Adalah hal yang aneh jika mengaitkan bulan Haram dengan bulan yang sial, hanya orang yang tak beragama Islam yang menganggap bulan suro penuh sial karena dalam Islam sendiri, Muharram termasuk salah satu bulan yang dimuliakan.
Sedangkan terkait masalah kembalinya arwah ke rumahnya di dunia, silahkan Anda baca ulasannya di : Tiap Malam Ini, Arwah Orang Mukmin Akan Pulang Ke Rumahnya
Bulan Muharram adalah Syahrullah (Bulan Allah)
Suri tauladan dan panutan kita, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, "Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada syahrullah (bulan Allah) yaitu Muharram. Sementara shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam." (HR. Muslim)
Al Hafizh Abul Fadhl Al ’Iroqiy mengatakan dalam Syarh Tirmidzi,
"Apa hikmah bulan Muharram disebut dengan syahrullah (bulan Allah), padahal semua bulan adalah milik Allah?” Beliau rahimahullah menjawab,
"Disebut demikian karena di bulan Muharram ini diharamkan pembunuhan.
Juga bulan Muharram adalah bulan pertama dalam setahun. Bulan ini disandarkan pada Allah (sehingga disebut syahrullah atau bulan Allah, pen) untuk menunjukkan istimewanya bulan ini.
Dan Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam sendiri tidak pernah menyandarkan bulan lain pada Allah Ta’ala kecuali bulan Allah (yaitu Muharram) (Syarh Suyuthi li Sunan An Nasa’i, Abul Fadhl As Suyuthi, 3/206, Al Maktab Al Mathbu’at Al Islami, cetakan kedua, tahun 1406 H)
Jelaslah bahwa bulan Muharram adalah bulan yang sangat utama dan dimuliakan dalam ajaran Islam.
Namun tidak demikian dengan anggapan kebanyakan orang awam.
Mereka menganggap Bulan suro adalah bulan penuh musibah, sarat bencana, penuh sial, bulan keramat dan sangat sakral.
Itulah berbagai tanggapan terkait bulan Suro atau bulan Muharram.
Sehingga kita akan melihat berbagai ritual untuk menghindari kesialan, bencana, musibah dilakukan oleh mereka.
Di antaranya adalah acara ruwatan, yang berarti pembersihan. Mereka yang diruwat diyakini akan terbebas dari sukerta atau kekotoran.
Ada beberapa kriteria bagi mereka yang harus diruwat, antara lain ontang-anting (putra/putri tunggal), kedono-kedini (sepasang putra-putri), sendang kapit pancuran (satu putra diapit dua putri).
Mereka yang lahir seperti ini menjadi mangsa empuk Bhatara Kala, simbol kejahatan.
Karena kesialan bulan Suro ini pula, sampai-sampai sebagian orang tua menasehati anaknya seperti ini:
“Nak, hati-hati di bulan ini. Jangan sering kebut-kebutan, nanti bisa celaka. Ini bulan suro lho.”
Karena bulan ini adalah bulan sial, sebagian orang tidak mau melakukan hajatan nikah, dsb.
Jika melakukan hajatan pada bulan ini maka akan mendapatkan berbagai musibah.
Acara pernikahannya tidak lancar, bisa menimbulkan keretakan rumah tangga, anaknay akan terlahir cacat dan banyak mitos lain sebagainya.
Itulah berbagai anggapan mistis masyarakat awam terkait bulan Suro dan kesialan di dalamnya.
Ketahuilah saudaraku bahwa sikap-sikap di atas tidaklah keluar dari dua hal yaitu mencela waktu dan beranggapan sial dengan waktu tertentu.
Karena ingatlah bahwa mengatakan satu waktu atau bulan tertentu adalah bulan penuh musibah dan penuh kesialan, itu sama saja dengan mencela waktu.
Misteri Malam satu Suro menurut Islam
Dalam ajaran Islam sendiri, mencela waktu termasuk bulan hukumnya adalah haram, ini merupakan kebiasaan orang-orang kafir jahiliyah.
Mereka menganggap bahwa yang membinasakan dan mencelakakan mereka adalah waktu.
Allah pun mencela perbuatan mereka ini. sebegaimana pernah dijelaskan dalam firmanNya,
وَقَالُوا مَا هِيَ إِلَّا حَيَاتُنَا الدُّنْيَا نَمُوتُ وَنَحْيَا وَمَا يُهْلِكُنَا إِلَّا الدَّهْرُ وَمَا لَهُمْ بِذَلِكَ مِنْ عِلْمٍ إِنْ هُمْ إِلَّا يَظُنُّونَ
“Dan mereka berkata: ‘Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang akan membinasakan kita selain masa (waktu)’, dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja.” (QS. Al Jatsiyah [45] : 24).
Jadi, mencela waktu adalah sesuatu yang tidak disenangi oleh Allah. Itulah kebiasan orang musyrik dan hal ini berarti kebiasaan yang harus dihindari setiap mukmin.
Begitu juga dalam berbagai hadits nabawi disebutkan tentang larangan mencela waktu. Dalam shohih Muslim, dibawakan Bab khusus dengan judul ‘larangan mencela waktu (ad-dahr)’.
Di antaranya terdapat hadits dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يُؤْذِينِى ابْنُ آدَمَ يَسُبُّ الدَّهْرَ وَأَنَا الدَّهْرُ أُقَلِّبُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ
“Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,’Aku disakiti oleh anak Adam. Dia mencela waktu, padahal Aku adalah (pengatur) waktu, Akulah yang membolak-balikkan malam dan siang.” (HR. Muslim)
Dalam lafadz yang lain, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يُؤْذِينِى ابْنُ آدَمَ يَقُولُ يَا خَيْبَةَ الدَّهْرِ. فَلاَ يَقُولَنَّ أَحَدُكُمْ يَا خَيْبَةَ الدَّهْرِ. فَإِنِّى أَنَا الدَّهْرُ أُقَلِّبُ لَيْلَهُ وَنَهَارَهُ فَإِذَا شِئْتُ قَبَضْتُهُمَا
“Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, ‘Aku disakiti oleh anak Adam. Dia mengatakan ‘Ya khoybah dahr’ [ungkapan mencela waktu, pen]. Janganlah seseorang di antara kalian mengatakan ‘Ya khoybah dahr’ (dalam rangka mencela waktu, pen). Karena Aku adalah (pengatur) waktu. Aku-lah yang membalikkan malam dan siang. Jika suka, Aku akan menggenggam keduanya.” (HR. Muslim)
Imam An Nawawi rahimahullah dalam Syarh Shohih Muslim (7/419) mengatakan bahwa orang Arab dahulu biasanya mencela masa (waktu) ketika tertimpa berbagai macam musibah seperti kematian, kepikunan, hilang (rusak)-nya harta dan lain sebagainya.
Sehingga mereka mengucapkan ‘Ya khoybah dahr’ (ungkapan mencela waktu, pen) dan ucapan celaan lainnya yang ditujukan kepada waktu.
Setelah dikuatkan dengan berbagai dalil di atas, jelaslah bahwa mencela waktu adalah sesuatu yang telarang. Kenapa demikian?
Karena Allah sendiri mengatakan bahwa Dia-lah yang mengatur siang dan malam.
Apabila seseorang mencela waktu dengan menyatakan bahwa bulan ini adalah bulan sial atau bulan ini selalu membuat celaka, maka sama saja dia mencela Pengatur Waktu, yaitu Allah ‘Azza wa Jalla.
Perlu diketahui bahwa mencela waktu bisa membuat kita terjerumus dalam dosa bahkan bisa membuat kita terjerumus dalam syirik akbar (syirik yang mengekuarka pelakunya dari Islam).
Perhatikanlah rincian Syaikh Muhammad bin Sholih dalam kitab Al Qoulul Mufid ‘ala Kitabit Tauhid berikut.
Mencela waktu itu terbagi menjadi tiga macam:
Pertama: jika dimaksudkan hanya sekedar berita dan bukanlah celaan, kasus semacam ini diperbolehkan.
Misalnya ucapan, “Kita sangat kelelahan karena hari ini sangat panas” atau semacamnya.
Hal ini diperbolehkan karena setiap amalan tergantung pada niatnya.
Hal ini juga dapat dilihat pada perkataan Nabi Luth ‘alaihis salam,
هَـذَا يَوْمٌ عَصِيبٌ
“Ini adalah hari yang amat sulit.” (QS. Hud [11] : 77)
Kedua: jika menganggap bahwa waktulah pelaku yaitu yang membolak-balikkan perkara menjadi baik dan buruk, maka ini bisa termasuk syirik akbar.
Karena hal ini berarti kita meyakini bahwa ada pencipta bersama Allah yaitu kita menyandarkan berbagai kejadian pada selain Allah.
Barangsiapa meyakini ada pencipta selain Allah maka dia kafir.
Sebagaimana seseorang meyakini bahwa ada sesembahan selain Allah, maka dia juga kafir.
Ketiga: jika mencela waktu karena waktu adalah tempat terjadinya perkara yang dibenci, maka ini adalah haram dan tidak sampai derajat syirik.
Tindakan semacam ini termasuk tindakan bodoh (alias ‘dungu’) yang menunjukkan kurangnya akal dan agama.
Hakikat mencela waktu, sama saja dengan mencela Allah karena Dia-lah yang mengatur waktu, di waktu tersebut Dia menghendaki adanya kebaikan maupun kejelekan.
Maka waktu bukanlah pelaku.
Tindakan mencela waktu semacam ini bukanlah bentuk kekafiran karena orang yang melakukannya tidaklah mencela Allah secara langsung.
Maka perhatikanlah wahai saudaraku, mengatakan bahwa malam tertentu atau bulan tertentu adalah bulan sial atau bulan celaka atau bulan penuh bala bencana, ini sama saja dengan mencela waktu dan ini adalah sesuatu yang terlarang. Mencela waktu bisa jadi haram, bahkan bisa termasuk perbuatan syirik. Hati-hatilah dengan melakukan perbuatan semacam ini. Oleh karena itu, jagalah selalu lisan ini dari banyak mencela. Jagalah hati yang selalu merasa gusar dan tidak tenang ketika bertemu dengan satu waktu atau bulan yang kita anggap membawa malapetaka. Ingatlah di sisi kita selalu ada malaikat yang akan mengawasi tindak-tanduk kita.
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ (16) إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan para malaikat Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya, (yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri.” (QS. Qaaf [50] : 16-17)
Semoga kita dijauhkan dari berbagai pemikiran dan ajaran sesat yang sama sekali tak ada tuntunannya dari rasulullah dan para ulama'. Aamiin ya Rabbal 'Aalamiin.
Wallahu A'lam.
(Muhamad Edward)