TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Max van der Werff, asal Belanda tiba-tiba menghindar dari kerumunan rombongan peziarah yang meletakkan bunga, di salah satu pusara Taman Makam Pahlawan 10 November, Jalan Mayjen Sungkono, Surabaya, Jumat (10/11/2017).
Wajah pria bertubuh tinggi besar ini tampak memerah, sementara dua matanya bercucuran air mata.
Max cepat mengambil sapu tangan biru tua di sakunya lalu mengusap butiran air mata yang membasahi pipinya.
Wajah Max tak bisa berbohong, jika ia sedih.
"Saya menangis karena emosi, banyak sejarah yang kami tidak tahu tentang sejarah. Dan saya melihat apa yang pernah diceritakan ayah saya di masa lalu, sekarang saya melihatnya (makam pahlawan tak dikenal berjejeran)," tuturnya berkaca-kaca.
Max adalah orang berkewarganegaraan Belanda. Ayahnya adalah orang Cilacap yang sempat jadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) jaman kependudukan Jepang. Sementara ibunya adalah orang Belanda.
Max menceritakan ayahnya sempat menjadi tawanan tentara Jepang bersama sang paman.
Namun ayah Max berhasil kabur dan selamat, sementara sang paman harus meninggal dan di makamkan di Bandung.
Tak heran jika Max merasa sangat emosinal, kala meletakkan bunga mawar merah dan putih di makam tak dikenal.
"Saya ingat ayah bercerita bagaimana bentuk bambur runcing, dan semua hal yang tidak bisa saya temui di Belanda."
"Itu membuat saya penasaran untuk mengunjungi Indonesia. Saya rasa ini adalah waktu tepat untuk kita berdamai," katanya semangat.
Kehadirannya ke makam pahlawan tak dikenal lanjut Max adalah bagian dari keinginannya untuk bisa mengetahui jejak sejarah kolonial Belanda di Surabaya.
Menurut Max sampai sekarang sejarah Kolonial Belanda di Indonesia punya versi yang berbeda di antara kedua negara.
"Untuk itu kami, beberapa orang yang hadir dari Belanda ini bekerjasama dengan beberapa teman dari Indonesia membuat web site historibersama.com."