TRIBUNNEWS.COM, DAYEUHKOLOT - Dadang (50), warga Kampung Bojongasih, Desa/Kecamatan Dayeuhkolot dan sejumlah warga lainnya tergopoh-gopoh ketika mengangkut jenazah seorang nenek, Fatimah (80), yang meninggal dunia pada Minggu (19/11/2017).
Dengan menembus genangan air setinggi betis hingga paha orang dewasa, iring-iringan penandu jenazah harus berjalan sejauh 300 meter untuk mencapai mobil penangkut jenazah yang menunggu di gerbang masuk ke Kampung Bojongasih, Senin (20/11/2017).
Baca: KPK Cetak Sejarah Penjarakan Ketua DPR RI
Pasalnya, kendaraan roda empat akan sulit menembus genangan banjir yang juga turut merendam Kantor Desa Dayeuhkolot.
"Ibu meninggal sepertinya karena faktor usia, banjir di sini sudah menjadi hal yang sering terjadi, banyak orang yang sakit saat banjir seperti ini," ujar Dadang yang juga kerabat almarhum usai menggotong keranda.
Baca: Sang Pria Sudah Pasang Kondom Tapi Aksi Mesum Pasangan Remaja Kepergok Petugas Satpol PP
Ditengah kepungan banjir seperti ini, minimnya lahan pemakaman menjadi kendala yang harus dihadapi oleh warga Dayeuhkolot, khususnya warga Kampung Bojongasih dan Kampung Citereup yang lokasinya berdampingan.
Pasalnya, lahan pemakaman yang berada di bantaran sungai, turut terendam oleh luapan Sungai Citarum.
"Iya kalau misal di tengah banjir seperti ini, kita harus koordinasi dengan aparat di sana (lahan pemakaman yang lain), karena TPU di sini tidak bisa dipakai. Birokrasinya panjang, Itu yang kadang menjadi kendala bagi kami," ucapnya.
Almarhum merupakan lansia yang memilih untuk bertahan di rumahnya bersama dengan keluarganya yang lain.
Dadang mengatakan, awalnya Fatimah akan dibawa ke rumah sakit, namun kondisi genangan air yang tinggi di RW 04 membuat keluarga khawatir.
"Itu kendalanya bagi kami," ucapnya.
Baca: Lima Perwira TNI yang Terlibat Pembebasan Warga Sipil Tolak Kenaikan Pangkat
Jenazah Nenek Fatimah dimakamkan di Kampung Cangkring, Desa Manggahang, Kecamatan Baleendah.
"Alasanya karena berada di Baleendah, yang paling dekat," ucapnya.
Dedi (58), warga Kampung Bojongasih RT 03/14 mengatakan, pernah suatu ketika jenazah yang baru dikebumikan muncul kembali ke permukaan, lantaran tanah pemakamannya tergerus oleh aliran air sungai.
"Biarlah penduduk, hanya kami inginkan tanah pemakaman, biar yang meninggal bisa dikebumikan secara layak dan tak kebanjiran," ujar Dedi ketika ditemui Tribun Jabar di rumahnya beberapa waktu lalu. (dam)