TRIBUNNEWS.COM, PALEMBANG- Pekerjaan terapis pijat dan spa kini tengah disorot masyarakat.
Ini setelah adanya penutupan Hotel Alexis di Jakarta yang menyediakan terapis pijat dan spa di lantai tujuh.
Tempat pijat dan spa ini ditengarai menjadi tempat terjadinya tindak asusila.
Baca: Terjerumus Bisnis Prostitusi Online, Pelajar Ini Ungkap Hal Mengejutkan
Pemprov DKI beralasan tidak adanya perpanjangan izin bertujuan untuk mencegah segala bentuk perbuatan yang melanggar kesusilaan dan kegiatan yang melanggar hukum di lingkungan tempat usaha.
Apakah layanan terapis pijat seksual hanya ada tempat-tempat mewah.
Di Palembang sendiri hotel-hotel ternama juga menyediakan terapis pijat.
Namun kali ini kita hanya akan membahas soal pekerjaan terapis pijatnya bukan tempatnya.
Apa alasan wanita mau jadi terapis ? Berapa uang yang mereka kumpulkan dan siapa saja mereka ?
Ditemui di sebuah tempat pijat di kawasan Jalan seputaran Jaksa Agung R Suprapto Palembang, Minggu (5/11/2017).
Baca: Buruh Tani Ini Kaget Tiba-tiba Didatangi Bupati Madiun, Ternyata Nengok Anaknya yang Kena Tumor
Tempat pijat ini menyewa sebuah ruko tiga lantai.
Lantai pertama ada meja resepsionis dan bilik tempat pijat, lantai dua juga demikian.
Pemilik menata bilik pijat dengan menempatkan satu ranjang yang ditutupi dengan tirai kain.
Pelanggan yang memijat akan diarahkan ke bilik-bilik ini. Sebelum masuk bilik pelanggan akan diperlihatkan foto-foto wajah terapis pijat.
Fotonya seukuran post card dengan menggunakan seragam terapis putih. Terapis yang sedang bertugas fotonya akan ditutupi dengan sebuah benda, bisa kartu atau semacamnya.
Pelanggan bebas memilih terapis pijat. Resepsionis hanya akan mengarahkan mana saja terapis yang pijatannya enak.
Untuk satu jamnya dikenai biaya Rp 60 ribu.
Ada sebuah papan berkurang 30 centimeter yang terpajang di dinding berisi peraturan pijat.
Ada poin yang tertulis dilarang melakukan perbuatan asusila.
Tribun Sumsel yang mewawancarai salah satu terapis bernama Ut (disamarkan).
Ia mengaku dari sebuah desa yang berada di wilayah perbatasan Semarang, Jawa Tengah.
Sudah tiga tahun Ut menjadi terapis pijat.
Alasannya diajak pemilik panti pijat yang kebetulan sama-sama orang Jawa Tengah.
Selain itu dia mengaku menjadi terapis pijat bukan pilihan terakhir. Jika ada pekerjaan dia akan berhenti kerja.
Di dalam bilik pelanggan akan dipijat oleh si terapis sesuai durasi 1 jam.
Hanya saja saat ini dia tengah menghidupi anaknya sendirian.
Suaminya menceraikan dia 5 tahun lalu. "Sebenarnya ini demi anak saya," ujarnya memulai cerita.
Terapis pijat di tempat ini rata-rata berasal dari Pulau Jawa.
Terdengar dari logat bahasanya saat saling mengobrol sesama terapis pijat.
Ut mengaku dalam sehari dirinya bekerja dari pukul 10.00 hingga 21.00 WIB
Jika full menerima pelanggan bisa sampai 6 orang perhari.
"Di atas jam 9 malam sudah tidak mau lagi. Capek mau istirahat," ujarnya
Lanjutnya, gajinya menjadi terapis pijat hanya Rp 12 ribu per pelanggan.
Gaji tersebut dibayar per sepeluh hari. Rata-rata Ut perhari hingga 5 pelanggan.
Artinya dalam sehari ia bergaji hingga Rp 60 ribu.
Sebulan Ut menerima uang sekitar Rp 1.800.000
Angka ini tentu sangat kecil untuk seorang perantau dari Pulau Jawa.
Karena itulah seorang terapis pijat menyanggupi permintaan pelanggan untuk melakukan perbuatan asusila.
Demikian pula Ut. Saat memijat terapis pijat tidak menawarkan secara vulgar.
Ia hanya akan bertanya "Sering pijat di sini mas ?"
Entah apa maksudnya hanya sekedar bertanya atau memastikan apakah pelanggan sudah tau sistem pijat di sana.
Saat pelanggan bertanya soal pelayanan seksual, barulah terapis pijat ini akan melakukan tawar-menawar.
Selama durasi pijat satu jam itu belum habis, terapis pijat bersedia untuk menerima tawaran pelayanan seksual.
Pelayanan seksual di tempat pijat seperti ini biasanya tidak sampai pada berhubungan badan.
Selain tempat yang tidak memungkinkan, terapis juga mengaku dilarang oleh pemilik panti pijat.
Ia hanya mau melayani (maaf) oral seks.
"Jika sampai berhubungan badan ada yang mau ada yang tidak. Tapi di luar (hotel) tidak di sini," lanjutnya
Satu kali memberikan pelayanan oral seks Ut mendapatkan imbalan paling sedikit Rp 100 ribu.
Hampir semua pelanggannya meminta pelayanan seperti itu.
"Jika cuma pijat paling dikasih tips Rp 20 ribu," terang Ut.
Rata-rata dengan pelayanan seks, Ut mendapatkan uang hingga Rp 600 ribu perhari.
Sebulan Ut mendapat uang Rp 18 juta hanya dari uang pelayanan seks.
Jumlah yang berkali-kali lipat dibanding Ut menerima gaji sebagi terapis pijat yang hanya Rp1,8 juta
Perawakan Ut sendiri cukup menarik.
Usianya 29 tahun, berkulit putih, dengan potongan rambut yang sesuai dengan bentuk wajahnya. (*)