TRIBUNNEWS.COM, KARANGASEM - Tumbuhan dan hewan di sejumlah desa di KRB (Kawasan Rawan Bencana) III mulai mati dan berguguran terdampak erupsi pada akhir November lalu.
Tumbuh-tumbuhan yang mati itu tersebar di lokasi seluas ratusan hektare.
Sedangkan jumlah hewan yang mati mencapai puluhan ekor.
Keadaan itu terjadi antara lain di Desa Dukuh Kecamatan Kubu, serta Desa Sebudi Kecamatan Selat, Karangasem, Bali.
Minggu (3/12/2017), Perbekel Desa Dukuh I Gede Sumiarsa mengatakan, pohon milik warga layu dan mati pasca erupsi Gunung Agung tanggal 25 November.
Awalnya sedikit yang terkena dampak.
Namun lama kelamaan semakin banyak hingga ke area hutan.
Baca: Selain Akihito, 200 Tahun Lalu Kaisar Jepang Koukaku Turun Takhta saat Masih Berkuasa
Daun-daun kering pepohonan memenuhi jalan, rumput dan batang pohon mengering.
"Tadi saya sempat pantau desa. Pohon jati, gamal, dan mangga gundul. Tak ada daunnya. Kondisi di Dukuh memprihatinkan. Seperti sudah tak ada kehidupan," kata I Gede Sumiarsa kepada Tribun Bali.
Ditambahkan, hewan liar seperti anjing dan ayam juga banyak yang mati di Desa Dukuh.
Sumiarsa mengaku, tadi pagi melihat 3 ekor anjing mati. Sebelumnya beberapa ekor ayam bernasib sama.
Untuk ternak belum ada laporan berapa yang mati.
Sebelum erupsi, warga telah mengevakuasi ternaknya ke lokasi pengungsian di Desa Tembok, Buleleng.
Sapi, babi, kambing dan beberapa ayam warga selamat.
Baca: Warga Gotong Jenazah Mesak Menyusuri Hutan Belantara Selama Sehari karena Tak Mampu Sewa Pesawat
"Lokasi pohon-pohon yang gugur dan hewan yang mati sekitar 4 hingga 5 kilometer dari kawah Gunung Agung," imbuhnya.
Juru bicara Pura Pasar Agung Sebudi, Desa Sebudi Kecamatan Selat, Wayan Suara Arsana juga mengutarakan pohon-pohon yang semula tumbuh subur di wilayah itu kini gugur.
Kemungkinan, sebagian binatang di atas gunung bernasib sama, yaitu mati di tempat.
Cuma warga sekitar belum ada yang tahu.
"Masalah hewan mati, belum ada info. Mungkin sudah ada yang mati, cuma belum ada yang tahu. Di Sebudi sekarang sepi. Tak ada orang beraktivitas di sana. Kalau pepohonan di Desa Sebudi rontok. Hampir semuanya," akui Wayan Suara Arsana.
I Gede Sumiarsa menduga, kejadian ini karena suhu panas di sekitar lereng Gunung Agung meningkat.
Belerang tercium cukup keras, dan hujan abu vulkanik sangat tebal sehingga tumbuhan dan binatang tidak kuat bertahan.
Baca: Pasang Air Laut Mencapai 1,5 Meter, Masyarakat Pesisir Jatim Diminta Waspadai Banjir Rob
Sumiarsa menduga, binatang yang berada di dekat puncak Gunung Agung kemungkinan sudah mati di tempat.
Cuaca di Dukuh, akui Sumiarsa, sangat berbeda dengan sebelumnya.
Jam 09.00 Wita, suhu di Dukuh sudah panas seperti siang hari.
"Sebelumnya pukul 09.00 Wita, udara di Dukuh sejuk. Sekarang panas. Tadi cuma beberapa menit pantau desa, sudah tidak kuat sehingga langsung balik," imbuh Sumiarsa.
Seperti diketahui, Desa Sebudi dan Dukuh berada di KRB III.
Lokasinya berada sekitar 4 sampai 6 kilometer dari kawah Gunung Agung.
Seluruh warganya kini telah mengungsi.
Sementara itu, Kepala Sub Bidang Mitigasi Pemantauan Gunungapi Wilayah Timur PVMBG (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi), Devy Kamil Syahbana menyebut, dari luar kondisi Gunung Agung beberapa hari ini terlihat kalem dan tenang.
Baca: Kendarai Motor Trail Kapolda Jabar Pantau Kawasan Bandung Utara yang Diterjang Angin Kencang
Namun di dalam tubuh gunung, Devy mengumpakan, kondisinya bergolak.
"Mudah-mudahan gunung masih mampu menahan gejolaknya, dan jangan sampai dimuntahkan seluruh gejolaknya," tulis Devy.
Pasca erupsi 21 November sampai 28 November 2017 terjadi gempa tremor menerus dan gempa overscale (melebihi angka ukuran di alat pencatat gempa atau seismograf).
Kemudian secara visual Gunung Agung tampak tenang, tidak mengeluarkan asap tebal, hanya terlihat kepulan asap putih tipis.
Namun di balik ketenangannya, kata Devy, Gunung Agung tengah gelisah.
Itu ditandai dengan masih terekamnya gempa vulkanik yang cukup signifikan. Artinya, dari segi amplitudo gempa, dia besar.
Ini mengisyaratkan masih adanya akumulasi tekanan di dalam tubuh Gunung Agung.
"Sampai hari ini (kemarin), secara visual kalau kita lihat memang tidak teramati lagi konsentrasi abu di atas kawah Gunung Agung. Asap yang keluar dominan berupa S2O atau uap air. Walaupun secara visual uap air itu tidak signifikan, tapi ini bertolak belakang dengan apa yang kami rekam di seismik kegempaan," jelas Devy, Minggu (3/12/2017), saat ditemui di Pos Pengamatan Gunungapi Agung, Rendang, Karangasem.
Devy mengungkapkan, teramati sejak pukul 20.00 Wita kemarin, terekam gempa vulkanik yang cukup signifikan.
Artinya dalam segi amplitudo yang terekam cukup besar.