"Sebelumnya, kami belum tahu butiran abu ini sama sekali. Pertanda apa ya? Kita belum tahu. Hal ini sudah disampaikan kepada pasemetonan jaga baya (pasebaya)," jelas I Wayan Potag.
Desa Ban terdiri dari 15 banjar dinas. Dari jumlah itu, sebanyak 6 banjar dinas masuk KRB III, 6 banjar dinas masuk KRB II, dan 3 banjar dinas masuk KRB I.
Warga yang berada di KRB III dan II sudah mengungsi. Sedangkan warga di KRB I masih bertahan di rumah.
Kepala Bidang Mitigasi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) I Gede Suantika menjelaskan bahwa abu yang berbentuk bulat itu disebut lapili.
"Tim kami sedang mengecek ulang ke Desa Ban," kata I Gede Suantika di Pos Pantau Gunung Agung, Desa Rendang, Karangasem, Sabtu (9/12/2017).
Lapili adalah material vulkanik berupa abu, namun memiliki ukuran yang lebih besar.
"Kemungkinan besar itu lapili. Itu lumrah keluar saat gunung mengalami erupsi. Tapi nanti akan kita pastikan lagi, dan kita ambil sampelnya," jelas Gede Suantika.
Baca: Marsda Yuyu Sutisna Disebut-sebut Berpeluang Gantikan Hadi Tjahjanto Jabat KSAU
Sementara itu, Kepala Sub-Bidang Mitigasi Pemantauan Gunung api Wilayah Timur PVMBG, Devy Kamil Syahbana menjelaskan, butiran berwarna abu berbentuk bundar produk erupsi Gunung Agung yang jatuh di Desa Ban tersebut, dalam istilah vulkanologi dinamakan accretionary lapilli.
Lapili dapat terbentuk pada kolom erupsi karena kondisi kelembaban dan gaya elektrostatis.
Kondisi yang dimaksud terjadi di saat material abu berinteraksi dengan air.
Air itu bisa air dari kawah, sehingga ini sering diasosiasikan dengan letusan freatomagmatik.
Tapi kelembaban ini juga bisa bersumber pada kondisi meteorologis. Misalnya, abu yang disemburkan Gunung Agung berinteraksi dengan awan hujan.
"Nah saat kondisi-kondisi itu terpenuhi, maka kumpulan abu tersebut menjadi berbentuk bulat. Jadi itu sebenarnya masih abu tapi terkumpul jadi berbentuk granule atau butiran," jelas Devy.