TRIBUNNEWS.COM, CILACAP - Seorang petugas di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Batu Nusakambangan, Joko, tampak asyik menikmati secangkir kopi di ruang komandan jaga Lapas.
Matahari menyemburkan sinar keperakan saat jarum jam menunjukkan pukul 07.15.
Sesekali, ia mengisap dalam-dalam asap dari kretek yang menyala di tangannya.
"Tidak ada tahanan di sini sejak beberapa waktu lalu, hanya ada John Kei di sel isolasi, tapi kami masih berjaga seperti biasa," kata Joko, saat berbincang dengan Tribun Jateng, baru-baru ini.
Menurut dia, sejak beberapa waktu belakangan para narapidana (napi) di Lapas Batu dipindahkan ke lapas lain di Pulau Nusakambangan.
Hal itu seiring dengan renovasi di Lapas Batu, untuk digunakan sebagai hunian napi kasus narkotika dan obat-obatan berbahaya (narkoba) yang masuk kategori 'high risk'.
"Renovasi sudah selesai, tapi belum difungsikan," ucapnya.
Baca: Ketika Deddy Mizwar dan Hidayat Nur Wahid Adu Argumen di Sosial Media
Kepala Lapas (Kalapas) Kelas I Batu Nusakambangan, Sujonggo mengatakan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) mengubah lembaga yang dipimpinnya menjadi lapas high risk khusus untuk napi kasus Narkoba.
Menurut dia, proses renovasi mulai dilaksanakan pada Oktober 2017.
Lantaran itu, sejak Agustus silam para napi secara bertahap dialihkan ke lapas lain yang masih berada di Pulau Nusakambangan.
Jonggo, sapaannya menyampaikan, usai menjadi lapas high risk, kapasitas Lapas Batu berkurang secara drastis.
"Dulu penghuni di sini mencapai 750 orang. Saat ini, kapasitas yang ada hanya untuk 96 napi. Itu kapasitas sementara, nanti bisa ditambah dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan," ujarnya.
Terang saja, kapasitas untuk napi di Lapas Kelas I Batu jauh berkurang. Di Lapas itu, nantinya satu sel hanya dihuni satu napi.
"Satu sel satu orang, yang gerak-geriknya akan dipantau selama 24 jam penuh," jelasnya.
Jonggo menyatakan, sel napi high risk khusus narkoba itu terletak di bagian paling belakang Lapas Batu.
Ke-96 sel napi itu terbagi dalam empat blok, yaitu A, B, C, dan D.
Baca: Warga Jepang Tuntut Apple Ganti Rugi Ponsel iPhone
"Tiap sel dilengkapi dengan satu CCTV, itu belum (CCTV) yang ada di blok dan tempat strategis lain. Tiap blok juga dilengkapi jammer, agar tak ada sinyal selular yang masuk," jelas sulung dari tiga bersaudara itu.
Tak hanya itu, dia menambahkan, di empat sisi dalam tembok pagar sebagai pembatas dengan lingkungan luar lapas juga terdapat sensor khusus yang tak kasat mata.
Sensor yang sangat sensitif itu berada di ketinggian sekitar 2 sampai 3 meter.
"Jika ada yang memanjat tembok pembatas pasti terdeteksi. Bahkan, cicak lewat pun (di area sensor itu) dapat terdeteksi petugas," ujarnya.
Gambar dari CCTV di setiap sel dan di tempat strategis lain serta sensor di tembok pembatas dipantau petugas di ruang kontrol yang selalu dijaga sedikitnya tiga petugas dalam tiap shift.
Di control room, terdapat 11 layar besar yang berjajar, menampilkan tiap gambar dari CCTV dan sensor khusus itu.
"Di control room ini semua area lapas dapat terpantau secara baik. Sehingga, tiap pergerakan apapun dapat dilihat dan terekam," terangnya.
Tak hanya pegerakan napi terkontrol, demikian juga dengan petugas yang ada.
Dengan izin khusus dan didampingi Kalapas Kelas I Batu, Tribun Jateng berkesempatan melihat langsung kondisi sel maksimum security tersebut.
Penjagaan Ketat
Sebelum masuk ke bangunan bertingkat yang berada di bagian paling belakang lapas, Tribun Jateng melewati penjagaan ketat dan berlapis.
Sesampainya di Blok C, Jonggo menunjukkan kondisi di dalam ruangan, di mana terdapat dua sel saling berhadapan, dengan ukuran masing-masing lebar sekitar 1,5 meter dan panjang sekitar 4 meter.
Di bagian atas pojok sel tampak satu unit CCTV yang terpasang.
Baca: Abu Gunung Agung Sudah Sampai Gianyar dan Denpasar
Selain itu, terdapat satu alas tidur tipis berwarna hitam yang dilengkapi bantal kecil.
Di ujung sel juga terdapat WC jongkok, komplit dengan bak mandi kecil di sisi kanannya.
Karena dalam satu ruangan terdapat dua sel, artinya setiap terpidana hanya bisa berkomunikasi dengan satu orang, yakni yang berada di ruangan itu.
"Narapidana tidak bisa keluar sel jika tidak ada keperluan penting. Total ada 83 orang tenaga kerja dan rencana akan ditambah 30 petugas. Selain empat blok juga ada blok pengasingan dan isolasi," imbuhnya.
Sayang, Tribun Jateng tidak diperlihatkan bentuk dari ruangan isolasi. Menurut Jonggo, ruangan itu hanya dihuni satu orang.
Berbeda dengan sel kebanyakan yang terbuat dari jeruji besi, sel di lapas itu berbahan jaring besi yang kuat.
Jika jari jemari dimasukkan ke dalam sela-sela jaring, akan terasa tajam di bagian dalamnya.
"Ini untuk mengantisipasi agar napi tidak memanjat," ungkap Jonggo.
Jonggo menjamin jaring besi yang menjadi pembatas sel tak akan mampu dirobohkan oleh kekuatan seorang napi.
"Kalau tidak percaya, silakan tendang dan atau dorong sekuat tenaga, tak akan ada apa-apa," ucapnya, sembari mempersilakan Tribun Jateng menendang maupun mendorong sel.
Kendati sistem pengamanan di lapas sudah super ketat, petugas yang ada pun akan dibekali senjata api.
"Senjata laras pendek dan panjang dengan kaliber kecil, karena fungsinya bukan untuk tempur, tapi melumpuhkan. Selain itu ada juga peluru karet, gas air mata, alat kejut listrik. Petugas penjemput terpidana yang ingin dibesuk harus lebih dari satu orang," urainya.
Selanjutnya, Jongga mengajak Tribun Jateng ke pintu masuk tahap dua lapas, tepat di belakang gedung utama.
Di sana juga terlihat petugas yang berjaga-jaga. Selain itu, terpasang X-ray barang dan body scaner.
Kedua alat itu dioperasionalkan oleh masing-masing tiga operator. Pengunjung yang hendak membesuk tahanan harus lebih dulu melewatinya.
Baca: 37 Korban Jembatan Putus di Cariu, Satu di Antaranya Meninggal
Mereka tidak boleh membawa masuk barang terlarang seperti handphone dan lain sebagainya. Jadi, barang-barang bawaan pengunjung akan dititipkan kepada petugas.
"Body scaner ini bisa mendeteksi barang bawaan pengunjung sekecil apapun, bahkan isi dalam perut akan kelihatan. Jika ada yang berusaha menyelundupkan narkotika akan segera ditindak," tandasnya.
Diketahui, Lapas Batu disiapkan sebagai lapas bagi napi risiko tinggi, khususnya napi bandar narkoba.
Pengunjung tidak boleh memberikan barang kepada penghuni, sebab segala keperluan telah dipenuhi pihak lapas.
"Obat-obatan pun harus melalui tim medis dari Nusakambangan, tidak bisa diberikan langsung," imbuh Jonggo.
Tembok Kaca
Dua langkah dari ruang pemeriksaan, ada sebuah ruangan untuk bertemunya pengunjung dan napi.
Mereka dibatasi tembok kaca tebal, dan hanya bisa berkomunikasi lewat telepon yang telah disediakan.
Terdapat 14 bilik temu yang dilengkapi telepon dua arah. Semuanya tersambung dengan petugas, sehingga apa yang dibicarakan akan terekam dan dapat didengarkan petugas.
Selain itu, tidak diperkenankan juga besentuhan fisik.
Karena lokasi Lapas Nusakambangan yang cukup jauh, petugas memberi kelonggaran waktu bertemu relatif lebih lama, atau maksimal 1 jam lebih 15 menit.
Mereka yang membesuk harus terdaftar dalam Kartu Keluarga napi, sehingga tidak semua orang bisa menjenguk.
Masuk lebih dalam terdapat dua pos penjagaan, yaitu berada di tengah halaman, sebelum masuk ke blok tahanan.
Apabila ada yang membesuk, mereka harus berjalan dari ruangan tahanan ke area pertemuan dengan pengawalan petugas.
"Sebelum keluar sel, lebih dulu tangan dan kaki diborgol petugas," tuturnya.
Dalam satu ruangan dibagi dua sel dan tengahnya terdapat jalan. Setiap sel hanya boleh dihuni satu orang, dan dilengkapi CCTV.
Fasilitas yang ada hanya kasur tipis dan kamar mandi terbuka berukuran kecil di setiap sel.
Sejauh ini, Lapas Batu masih sepi dari tahanan, karena baru saja selesai direnovasi untuk high risk. Tetapi, rencananya lapas itu segara dioperasionalkan dalam waktu dekat.
Ketika ditanya sudah adakah jumlah tahanan yang 'memesan' tinggal di Lapas Batu, Sujonggo mengaku belum ada perkiraan.
"Tahanan yang nanti tinggal di Lapas Batu merupakan hasil dari assesment pihak terkait, termasuk BNN (Badan Narkotika Nasional). Merekalah yang menentukan seseorang napi tergolong high risk atau tidak," kata dia.
Sebelum mengusung konsep high risk, Lapas Batu berkapasitas 750 orang.
Sejak Oktober lalu penghuni dikosongkan dan dipindah ke tetangga sebelah seperti Lapas Besi, Kembang Kuning, Permisan, dan Lapas Narkotika.
Lapas itu pada November mulai direnovasi, di mana kini sudah siap ditempati.
"Kenapa harus satu sel satu orang, itu karena rawan konflik, rebutan sabun saja bisa memicu perkelahian. Sejak high risk, peraturan pun berubah. Jika dulu boleh menerima bawaaan dari pembesuk, bisa ketemu fisik, dan satu sel bisa lebih dari dua orang, sekarang hal itu tidak bisa lagi," kata Jonggo.
Lapas Batu juga dilengkapi tim dokter, psikolog, dan perawat.
Selain itu, petugas yang bekerja lapas seluas 9.000 meter persegi itu juga lebih dulu melalui proses seleksi ulang.
Jonggo mengungkapkan, lapas high risk memang dibuat lebih ketat, tetapi tetap menjunjung tinggi hak napi.
Sebab, hal itu penting agar kasus pengendalian narkotika dari lapas tidak terjadi lagi.
Untuk Muslim diberi petunjuk arah kiblat, serta disediakan Alquran dan sajadah. Rokok tidak boleh masuk. Pegawai juga tidak boleh ngobrol dengan napi.
"Mereka yang nanti menghuni Lapas Batu kalau dibilang kasihan ya kasihan, tapi apakah mereka tidak kasihan karena ulahnya satu hari 40-50 ribu orang mati karena nakotika," ujarnya. (tim)