TRIBUNNEWS.COM, KULONPROGO - Proses land clearing atau pembersihan lahan pembangunan bandara di Temon kembali dilanjutkan setelah sempat jeda beberapa pekan.
Agenda yang digelar Senin (8/1/2018) di wilayah Pedukuhan Kragon II, Desa Palihan ini pun tak luput dari aksi penolakan warga terdampak yang berujung pada kericuhan.
Teriakan dan sumpah serapah langsung dimuntahkan warga penolak kepada petugas PT Angkasa Pura I dan kepolisian yang mengawal begitu dua unit backhoe dikerahkan untuk merobohkan satu bangunan kosong dan pepohonan di sekitarnya.
Lokasi perobohan itu memang cukup dekat dengan rumah warga penolak.
Selain merobohkan bangunan kosong dan pepohonan, backhoe juga mengeruk akses jalan ke rumah warga sehingga tidak layak dilewati lagi.
Suasana semakin memanas ketika AP I menggerakkan backhoe untuk merobohkan pepohonan dalam sepetak lahan yang diklaim milik warga penolak.
Warga bersama para relawan solidaritas penolakan bandara langsung berupaya mengepung alat berat dan mencoba menghentikannya sambil berteriak-teriak dan sesekali mengumpat.
Aksi warga ini sempat membuat proses perobohan dihentikan sementara waktu selain juga sudah masuk waktu istirahat siang.
Polisi yang berjaga serta backhoe yang ada lalu ditarik mundur.
Warga dan aktivis sempat bereaksi mengejek dengan mengeluarkan suara serupa peternak menggiring itik.
"Ri..ri..ri..ri," demikian suara warga yang diucapkan berulangkali mengiringi kepergian para petugas.
Kondisi tegang kian memuncak selepas jeda istrirahat siang dan PT AP I tetap bersikeras merobohkan pepohonan tersebut karena sudah keluar surat keputusan penetapan konsinyasi ganti ruginya dari Pengadilan Negeri (PN).
Warga dan aktivis relawan solidaritas penolakan bandara kembali beramai-ramai mencoba menghalangi alat berat bekerja.
Petugas kepolisian pun langsung pasang formasi pagar betis untuk menghentikan tindakan massa.
Beberapa aktivis yang mencoba menembus barikade lantas diciduk menjauh dari lokasi oleh polisi.
Para aktivis itu mengecam aksi polisi yang dinilai penuh kekerasan dan tindakan kasar.
"Polri berperan mengayomi masyarakat dan tidak boleh melanggar undang-undang yang melarang bertindak dengan kekerasan. Seharusnya polisi jadi pelindung amsyarakat," seru seorang aktivis, Tri Wahyu.
Polisi memang melakukan tindakan tegas atas setiap potensi gangguan dalam agenda tersebut.
Kepala Bagian Operasi, Kepolisian Resor Kulonprogo, Komisaris Polisi Sudarmawan saat apel pasukan di awal kegiatan mengatakan ada sejumlah standar prosedur operasional yang harus ditegakkan dalam kegiatan pengamanan tersebut.
Antara lain hanya akan menindak jika warga atau aktivis menghalangi kerja alat berat atau bahkan melakukan pelanggaran pidana dengan melempar dan memukul aparat.
"Tetap berada dalam formasi barisan dan tidak membalas teriakan-teriakan," kata Sudarmawan kepada pasukannya.(TRIBUNJOGJA.COM)