Laporan Calon Reporter Tribun Jogja – Siti Umaiyah
TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA- Dengan wajah yang ramah, Zubaidah membukakan pintu sekolah.
Saat itu, masih pukul 09.00, jam dimana Zubaidah masih mengajar.
Zubaidah merupakan salah satu guru Vokasi khusus anak autis di Bina Anggita, Wonocatur Banguntapan Bantul.
Sudah satu tahun lamanya Zubaidah mengabdikan diri di sekolah ini.
Kehilangan anaknya yang juga autis di tahun yang sama membuatnya langsung terdorong untuk menjadi guru bagi anak autis.
“Tahun 2017 anak saya meninggal, terus saya langsung mengubungi Pak Yasin, yang juga kepala sekolah anak saya yang autis dulu."
"Saya menanyakan ada tidaknya lowongan untuk mengabdi. Karena saya berkeyakinan harus mengabdi,” ungkapnya saat ditemui Tribun Jogja, Senin (19/2/2018).
Memiliki anak yang autis, membuat Zubaidah paham benar cara merawat dan mendampingi anak-anak yang autis.
Zubaidah juga sangat tahu perasaan bagi orangtua yang memiliki anak-anak autis.
Awalnya, saat mengetahui bahwa anaknya autis, sempat membuat Zubaidah dan suaminya down.
Saat itu, usia anaknya masih 2 setengah tahun.
“Sempat down dulu, banyak yang mengatai saya. Namun, memiliki anak autis juga bukan pilihan saya. Jadi saya berusaha lapang dada,” ungkap Zubaidah.
Suami Zubaidah dulunya adalah guru di sebuah SMK di Wonosari.
Namun, di tahun 2015, suaminya meninggal, Zubaidah harus berjuang sendiri merawat ikhsan serta dua kakaknya.
“Kita dulu tinggal di rumah dinas bapaknya, terus bapaknya anak-anak meninggal. Kita harus pindah ke Sewon, Bantul dengan menempati rumah mertua yang saat itu hancur belum dibenarkan paska gempa,” ucap Zubaidah.
Sangat sulit hidup sendiri tanpa suami yang biasanya membantu merawat anaknya yang autis.
Namun, karena anak pertama dan keduanya sangat menyayangi ikhsan, adiknya, dia kembali bersemangat.
“Anak kedua saya malah ambil jurusan Pendidikan Luar Biasa saking sayangnya pada adiknya, saya mendukungnya,” ungkapnya.
Memiliki anak yang autis membuat Zubaidah terus belajar mengenai bagaimana cara mendidik anak yang autis.
Usianya yang sudah 51 tahun, tidak menghalangi niatnya untuk setiap hari pulang pergi dari rumahnya yang ada di Sewon, Bantul.
“Saya tidak pernah memikirkan gaji, bagi saya mengabdi adalah tujuan awal saya. Saya merasa sepi, sejak ditinggal suami dan anak saya yang autis,” ungkapnya.
Di Sekolah Vokasi ini, Zubaidah tidak terlalu kesulitan ketika menghadapi murid-muridnya.
Dengan sangat sabar Zubaidah menenangkan muridnya ketika muridnya tengah marah maupun tidak mau diam.
“Disini kita konsen ke minat bakat anak, sementara ada tiga anak yang ikut sekolah Vokasi ini, umur mereka rata-rata 18 tahunan, dan gurunya ada 4, namun kita gantian,” ucapnya.
Diantara murid-muridnya, ada yang pintar melukis, meronce, dan juga bernyanyi.
Tingkah mereka saat bernyanyi terkadang membuat Zubaidah tertawa sendiri.
“Senang menyaksikan mereka dengan bakatnya masing-masing. Mereka itu anugerah yang bisa membuat saya memiliki kebahagiaan tersendiri,” ungkapnya.
Namun tidak dipungkiri, ketika ada seorang muridnya yang sedang marah, dia juga ditarik-tarik tangannya.
Namun hal tersebut tidak membuatnya marah. Zubaidah sangat memakluminya. (TRIBUNJOGJA.COM)