TRIBUNNEWS.COM, PURBALINGGA - Bencana longsor di Rt 3 Rw 4 Desa Jingkang Kecamatan Karangjambu membuat Sukimin (28) terpukul.
Ia harus kehilangan putra kesayangannya, Abdul Rouf (11) yang tertimbun material longsor di rumah kerabatnya, Solikhin, Kamis (22/2/2018) malam.
Sebelum peristiwa nahas itu terjadi, Sukimin sempat melihat kejanggalan pada putranya, Abdul Rouf (11).
Wajah anak itu tak berubah segar meski telah dia mandikan. Rouf justru menunjukkan raut muka yang gelap atau pucat.
Baca: Didik Cekik dan Mengecor Mayat Fitri di Bak Mandi karena Ucapkan Kata-kata Kasar saat Ditagih Utang
Padahal, lazimnya wajah anak usai dimandikan lebih merona dan tampil segar.
Anak itu juga sempat mengeluhkan penyakit diare hingga meminta dibelikan obat oleh orang tua.
Tanpa diminta, Sukimin pasti akan membelikan obat, atau bahkan memeriksakan putra kesayangannya itu ke dokter demi memperoleh kesembuhan.
Namun apalah daya. Bapak dua anak itu benar-benar sedang tidak punya uang cukup, bahkan untuk sekadar membelikan obat anaknya di apotek.
"Dia sebelumnya sempat diare, meminta saya untuk belikan obat, tapi saya tidak punya uang. Akhirnya saya tunda, belum bisa saya penuhi," katanya, Jumat (23/2/2018).
Baca: Pengunjung Karaoke Ditemukan Tak Bernyawa Usai Pesta Miras Bareng Temannya
Perasaan Sukimin sempat teraduk hingga ia tiba-tiba ingin sekali memeluk erat putranya semalaman. Sampai keinginannya itu terlampiaskan.
Padahal, jarang sekali ia tidur bersama putranya sembari memeluknya sejak anak itu mulai menginjak besar.
Hingga hari yang nahas itu datang, Kamis malam (22/2/2018), ia mengajak putranya ke tempat hajatan di rumah Solikhin, saudaranya, Kamis bakda Isya.
Solikhin tengah menggelar acara selamatan dengan bacaan tahlil untuk anaknya, Sifaul Umam (9) yang akan segera disunat.
Ada 30-an warga yang diundang untuk mendoakan anak itu menjelang masa balignya.
Beberapa bocah seusianya, termasuk Abdul Rouf ikut orang tuanya di acara itu.
Baca: Potongan Tubuh Korban Longsor yang Ditemukan di Pegunungan Lio Belum Teridentifikasi
Sukimin sempat menawari anaknya makanan sebelum pengajian digelar. Namun Rouf enggan memakan.
Rouf hanya mau minuman kopi yang hanya diseruput separuh gelas. Kopi itu jadi minuman terakhir Rouf sebelum dia menemui ajal.
Saat pengajian dimulai, bocah itu memilih masuk ke kamar untuk tidur bersama Alkaromi (7), yang juga jadi korban karena musibah itu.
Dua bocah lain, Safangatun (4), dan Sifaul Umam (9), berada di kamar sebelah.
Sampai acara tahlilan mencapai puncaknya, pukul 20.30 WIB, hujan yang sejak sore mengetuk atap rumah itu belum juga mereda.
Sembari menikmati hidangan, para peserta tahlilan memilih bertahan di dalam rumah sambil menunggu hujan reda.
Mendadak petaka itu datang. Listrik tiba-tiba padam. Tebing belakang rumah runtuh disertai suara gemuruh.
Luncuran tanah dan bebatuan yang begitu cepat tak memberi kesempatan mereka lari.
Baca: Saya Harus Menentukan Calon Pemimpin, Saya Mau Tentukan Orangnya Kurus Kering
Material longsor menjebol atap dan dinding belakang rumah hingga masuk dan mengubur orang di dalamnya.
Sejumlah warga yang duduk di ruang paling depan berhasil lolos.
Namun nahas, mereka yang berkumpul di ruang tengah tak mampu beradu cepat dengan luncuran material longsor.
Terlebih empat bocah yang terkurung di kamar lebih belakang.
Tidak ada jeritan bocah. Dua kamar yang dihuni empat bocah itu telah berubah jadi gundukan tanah setinggi sekitar 3 meter.
"Saya kena puing tembok, tidak bisa menyelamatkan anak saya. Saya lihat kamar sudah tertimbun," katanya. (Khoirul Muzaki/Tribun Jateng)