TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Bupati Lingga, Kepulauan Riau (Kepri), AliasWello, kembali mengingatkan investor yang akan menanamkan modalnya di “Bumi Bunda Tanah Melayu” itu, harus pro rakyat, melibatkan lembaga ekonomi daerah dan mampu menjaga keseimbangan lingkungan.
Hal itu diungkapkan Awe, sapaan akrab Bupati Lingga, usai melakukan pertemuan dengan tokoh masyarakat Desa Limbung, Kecamatan Lingga Utara terkait aksi pembakaran plang nama lokasi pertambangan pasir silica milik PT. Tri Tunas Unggul, Sabtu (10/3/2018).
“Saya sudah berkali – kali mengingatkan, setiap investasi yang masuk ke Lingga harus pro rakyat, melibatkan lembaga ekonomi daerah dan mampu menjaga keseimbangan lingkungan. Bukan zamannya lagi main kucing – kucingan,” tegas Awe dalam keterangan persnya.
Sebelumnya, dalam pertemuan dengan puluhan tokoh masyarakat Desa Limbung yang dihadiri Kapolres Lingga, AKBP Ucok Lasdin Silalahi, Awe meminta masyarakat Limbung menahan diri dan menjaga situasi keamanan agar tetap kondusif.
“Mari kita sama – sama menjaga keamanan daerah ini, sembari menunggu proses hukum yang sedang berjalan di kepolisian. Hindari konflik terbuka, karena dampaknya akan merugikan semua pihak. Yakinlah, bahwa persoalan ini akan ditangani secara serius dan sungguh – sungguh,” katanya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, puluhan warga Sambau, Desa Limbung, Kecamatan Lingga Utara, Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau (Kepri), melakukan aksi pembakaran plang nama lokasi pertambangan pasir silica milik PT. Tri Tunas Unggul (TTU), Jumat (9/3/2018). Aksi pembakaran itu dipicu atas ketidakpuasan warga terhadap penanganan laporan terjadinya penambangan liar PT. TTU kepada aparat kepolisian di desa tersebut.
“Ini merupakan bentuk kekecewaan warga terhadap penanganan laporan ke berbagai instansi yang jalan di tempat. Kami sudah melapor ke kantor Bupati, DPRD Lingga, Gubernur dan Polda Kepri. Tapi, laporan kami tak ditanggapi,” ungkap Memet Susanto, salah seorang pemuda Sambau yang ikut dalam aksi tersebut kepada wartawan, Jumat (9/3/2018).
Menurut dia, kasus penambangan liar yang dilakukan PT. TTU di Sambau itu, sudah dilaporkan ke Kapolda Kepulauan Riau dengan tembusan ke Kapolri pada tanggal 21 Desember 2017. Namun, hingga saat ini, perusahaan tersebut tetap melakukan kegiatan pertambangan, pengangkutan dan penjualan pasir silica ke Jakarta.
“Ini kan nampak sekali aparat kita tak berdaya dibuatnya. Mereka jelas – jelas melakukan kegiatan pertambangan di luar Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi yang dimilikinya. Tapi, tak ada satu pun instansi yang bisa menghentikannya,” tegas Memet.