Roberto menerangkan, tindak pidana yang dilakukan ketiga mahasiswa itu, bisa memicu cyber war atau perang siber.
Sebab, mereka meretas sistem pemerintah Amerika Serikat
"Ada juga beberapa situs milik pemerintah di AS dikacaukan," katanya.
Petugas Polda Metro Jaya menangkap para tersangka di tempat berbeda di Surabaya, Minggu (11/3/2018).
"Masih ada tiga pelaku lainnya yang buron," ujar Roberto.
Mereka dijaring Undang-Undang No 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Para pemuda itu terancam hukuman maksimal 12 tahun penjara dan atau denda maksimal Rp 2 miliar.
Menurut Kombes Pol Argo Yuwono, tiga orang yang masih buron itu merupakan anggota komplotan Surabaya Black Hat.
"Mereka merupakan anggota inti kelompok hacker Surabaya Black Hat (SBH) yang masih aktif sebagai mahasiswa," katanya.
Sistem keamanan situs yang dibobol tersangka beragam mulai dari milik perusahaan kecil sampai besar.
AKBP Roberto Pasaribu menyampaikan para tersangka dapat mengeruk uang dari para korban hingga Rp 200 juta.
"Uang yang mereka dapatkan dalam bentuk Paypal dan Bitcoin. Uang itu mereka kumpulkan selama aktif meretas sejak 2017 lalu. Rp 50 juta sampai Rp 200 juta per orang," tutur Roberto.
Berdasarkan data sementara, setiap tersangka setidaknya telah menyasar 600 website.
"Bukan website saja tapi juga sistem IT. Total ada 44 negara dan tidak menutup akan bertambah. Ini masih dalam pengembangan penyelidikan," ujar Roberto.
Artikel ini telah tayang di surya.co.id dengan judul Tiga Hacker Mahasiswa Surabaya Itu Cuma Butuh 5 Menit untuk Jebol Sistem Perusahaan di 44 Negara,