TRIBUNNEWS.COM, ACEH - Pasangan suami istri (pasutri) Herwin (43) dan Eka Yanti (39)–sebelumnya diinisialkan Ew dan Ek--tersangka kasus prostitusi melibatkan anak di bawah umur di Aceh Barat menyatakan, selain di rumah kontrakan mereka juga terdapat lokasi lain di Kabupaten Aceh Barat yang diam-diam menyediakan lapak untuk bisnis esek-esek.
“Ada tempat lain. Kami tahu. Di daerah ini juga,” ungkap Eka Yanti kepada wartawan di Mapolres Aceh Barat, Senin (19/3).
Pasutri itu secara khusus diperlihatkan kepada sejumlah wartawan media cetak dan elektronik saat berlangsung konferensi pers di mapolres setempat kemarin.
Ikut hadir dalam acara itu Kasat Reskrim AKP Fitriadi dan Tim Unit Perlindungan Perempuan dan Anak(PPA) Satreskrim.
Mengawali pengakuannya, Eka Yanti menyatakan ada lapak lain tak jauh dari rumah kontrakan mereka yang juga melakukan kegiatan serupa.
“Tempat itu milik seorang janda. Mungkin mereka lebih berhati-hati setelah terungkapnya kasus kami,” ujar wanita tersebut.
Ia juga mengaku bahwa baik dirinya maupun sang suami tak mempunyai pekerjaan tetap.
Jadi, sumber pendapatan mereka yang terbesar berasal dari bagi hasil praktik prostitusi yang melibatkan anak di bawah umur.
Baca: Mengintip Bisnis Prostitusi di Kawasan Puncak, Tarif Lokal dan Asing Beda Jauh
Salah satunya adalah Jingga (15) yang masih duduk di bangku SMP.
Kepada wartawan, pasutri ini mengaku bahwa anak di bawah umur yang sering ia jadikan objek pemuas nasfu para pria hidung belang di rumah yang dikontrak sebetulnya ada tiga, bukan hanya satu orang.
Satu di antaranya bahkan sempat diamankan polisi karena sedang bersama dirinya, sedangkan dua orang lagi sedang pulang kampung.
“Cuma tiga orang,” sebutnya.
Dia tambahkan, di rumah kontrakannya itu selain anak-anak, ia juga menyediakan wanita dewasa untuk melayani kebutuhan seks pria-pria nakal namun tarif mereka beda.
Perempuan dewasa hanya dibayar sekitar Rp 200.000 untuk setiap transaksi. Lalu uang itu dibagi sama jumlahnya antara si mucikari dengan perempuan yang ia eksploitasi.
Menurut Eka Yanti, pihaknya hanya menyediakan tempat.
“Mereka sendirilah yang minta kerja seperti itu. Tidak tiap hari sih. Kalau ada yang pesan, barulah mereka datang ke rumah saya,” ungkap Eka Yanti.
Baca: Syariah di Aceh: Mengikuti Patroli di Jalanan Serambi Mekah
Ia juga beberkan bahwa anak-anak yang ia pekerjakan itu selain ada warga Aceh Barat, juga ada yang berasal dari kabupaten lain, seperti Nagan Raya dan Aceh Barat Daya (Abdya). “Dia itu (maksudnya si Jingga, -red) ada juga melayani di tempat lain,” beber Eka Yanti.
Terbongkarnya kasus ini setelah polisi mendapat informasi dari seseorang tentang adanya praktik postitusi yang melihatkan anak di bawah umur sebagai pemuas nafsu pria hidung belang di sebuah rumah kontrakan di Meulaboh.
Pasutri yang diduga berperan sebagai mucikari itu selama ini disinyalir sebagai penyedia tempat, juga aktif menghubungi pria hidung belang yang ingin berhubungan dengan tiga remaja yang ia sediakan di rumahnya.
Berawal dari laporan seseorang kepada polisi, sejumlah polisi pun langsung bergerak ke lokasi dan membekuk pasutri tersebut serta mengamankan seorang anak perempuan di bawah umur.
Pengakuan tersangka dan anak yang dilibatkan dalam “bisnis” ini, praktik prostitusi itu sudah berlangsung setahun di rumah kontrakan dalam salah satu desa di Kecamatan Johan Pahlawan. Mengenai tarif, menurut keterangan tersangka Rp 500.000 untuk satu ronde. Dari pembayaran tersebut, pasutri menerima Rp 200.000, sedangkan Jingga kebagian Rp 300.000. Karena melibatkan anak di bawah umur, setelah dimintai keterangan, Jingga dikembalikan kepada keluarganya. Penyerahan anak tersebut tersebut disaksikan aparat desa.
Kapolres Aceh Barat AKBP Raden Bobby Aria Prakasa melalui Kasat Reskrim AKP Fitriadi kepada wartawan Senin kemarin mengatakan, kasus ini akan diusut tuntas. “Kasus ini terus kita dalami,” kata Kasat Reskrim.
Menurutnya, pasutri yang sudah ditetapkan tersangka sebagai itu dijerat dengan Undang-undang (UU) Perlindungan Anak karena disangkakan terlibat eksploitasi seksual anak di bawah umur dengan ancaman penjara 10 tahun.
Selain itu kasus ini juga akan dikoordinasikan lagi dengan kejaksaan terhadap pasal dan undang-undang yang akan dibidikkan kepada pelaku.
Kasat Reskrim menjelaskan, dari pemeriksaan terungkap bahwa anak yang terlibat dalam kasus ini ternyata usianya baru 14 tahun lebih, yakni masih kelas III sebuah sekolah lanjutan pertama di Aceh Barat.
“Anak tersebut tercatat sebagai warga sebuah desa di Aceh Barat dan sudah dikembalikan kepada orang tuanya. Kita harapkan kepada para orang tua untuk lebih serius lagi menjaga anaknya. Jangan sampai terlibat prostitusi atau perbuatan tercela lainnya,” kata Kasat Reskrim Polres Aceh Barat.(riz)