Energi listrik yang diperoleh justru berkebalikan dengan produk solar cell yang berasal dari sinar ultra violet. Produk tersebut justru dari air tanah.
“Energi bakal dihasilkan ketika hujan dan otomatis menyala saat lingkungan sudah gelap. Seandainya tidak ada hujan, cukup seperti layaknya menyirami tanaman."
"Kunci utamanya adalah tanah harus basah dan lembab pada elektroda yang tertanam di dalam biopori,” ungkapnya.
Nunung menambahkan, bahkan ketika tanah itu semakin kotor, nilai total dissolved solid (TDS) air tanahnya semakin tinggi.
Atau bisa di atas 100. Di saat itu bisa diperoleh, bakal semakin cepat reaksi energi yang dihasilkan dan yang masuk ke dalam baterai.
“Untuk satu produk itu, kami pasarkan Rp 350 ribu. Dalam memproduksi Lampu Taman Biopori Smart Energy itu, kami juga libatkan para ibu rumah tangga dalam pembuatan elektroda."
"Untuk pemasaran sudah sampai ke Padang Sumatera Barat ataupun Sumbawa Nusa Tenggara Barat (NTB),” tutup Nunung. (*)