TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Pasteur BTC Bandung jadi lautan air. Banjir kembali merendam daerah Pasteur Bandung setelah diguyur hujan lebat pada Sabtu (21/4/2018) sore.
Jalan di kawasan Pasteur BTC berubah menjadi sungai. Kendaraan terjebak banjir dan kemacetan parah.
Banjir ini bukan yang pertama kali. Tapi frekuensi banjir saat ini makin sering terjadi. Intensitasnya makin meningkat.
Kota Bandung yang berada di dataran tinggi saat ini menjadi rawan banjir.
Dampak perubahan penggunaan lahan yang masif yang mengabaikan lingkungan dan konservasi tanah dan air menyebabkan Kota Bandung menjadi rawan banjir.
"Kapasitas drainase dan sungai sudah tidak mampu menampung aliran permukaan," kata Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB
Tata ruang harus menjadi panglima dalam pembangunan. Tidak bisa semua diserahkan pada ekonomi pasar yang semua orang bisa membangun dimanapun. Kawasan konservasi dan resapan air harus dipertahankan.
Interaksi antara hulu-tengah-hilir daerah aliran sungai harus diperhatikan.
Selama pembangunan hanya mengejar pertumbuhan ekonomi dengan mengabaikan lingkungan maka yang terjadi adalah bencana meningkat.
Kota Bandung sekarang makin rentan banjir. Setiap hujan lebat banjir mengancam. Penanganan banjir tidak bisa ditangani hanya saluran drainase.
Tapi harus komprehensif. Banjir hanya dilihat sebagai peristiwa sesaat yang penanganannya hanya bersifat simtomatis. Tidak menyeluruh.
Setiap terjadi banjir kita sulit memperoleh data sebaran dan dampak banjir. Pemda Bandung dan DPRD hingga saat ini belum mau membentuk BPBD.
Mereka beranggapan Bandung aman. Tidak rawan bencana.
Padahal selain banjir, gempa juga mengancam. Urusan bencana hanya diserahkan pada dinas teknis yang menangani saat darurat tanpa memiliki kewenangan koordinasi, komando dan pelaksana.
Memang BPBD tidak dapat sendirian menangani bencana tetapi BPBD memiliki kewenangan koordinasi dalam pra bencana seperti mitigasi, pengurangan risiko bencana, pendidikan, sosialisasi, perencanaan dll.