News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kebakaran Sumur Minyak di Aceh

Mengapa Warga Nekat Mengebor Minyak Secara Tradisional Tanpa Peralatan Pengamanan?

Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Air memancur dari lubang sumur minyak yang meledak dan terbakar di Dusun Bhakti, Gampong Pasir Putih, Kecamatan Ranto Peureulak, Aceh Timur. Foto direkam, Kamis (26/4/2018).

TRIBUNNEWS.COM, BANDA ACEH - Sumur minyak yang dibor secara tradisional oleh masyarakat Dusun Bhakti, Gampong Pasir Putih, Kecamatan Ranto Peureulak, Aceh Timur, meledak dan terbakar, Rabu (25/4/2018) dini hari.

Data dihimpun Serambi, hingga tadi malam sebanyak 21 orang dilaporkan meninggal dan 44 lainnya mengalami luka bakar dan kini dirawat di sejumlah rumah sakit di Langsa, Banda Aceh, dan Medan.

Pihak Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh mengatakan, berdasarkan hasil observasi pihak Pertamina EP I Ranto, ada ratusan lubang sumur baru bekas pengeboran migas warga di kawasan dekat lokasi sumur migas yang terbakar dan meledak tersebut.

Jarak antara satu lubang dengan lubang lainnya, cukup dekat antara 30 hingga 50 meter.

Berdasarkan penjelasan warga, pengeboran minyak itu dilakukan secara tradisional dan menggunakan alat-alat manual.

Warga pun tidak dilengkapi dengan berbagai peralatan pengamanan, layaknya orang yang menekuni pekerjaan berbahaya.

Timbul pertanyaan, tidak tahukah warga akan bahaya pekerjaan yang mereka lakoni?

Kalau tahu, mengapa mereka tetap nekat melakukan pengeboran secara tradisional?

Baca: Lansia di Jepang Ditipu Seseorang yang Mengaku Anak Sulungnya Sebesar 112 Juta Yen

Menanggapi ini, Anggota DPR Aceh, Iskandar Usman Al Farlaky yang berasal dari Ranto Peureulak, Aceh Timur mengatakan, masyarakat setempat memahami akan bahaya penambangan minyak tersebut.

Namun dikarenakan faktor ekonomi dan sosial sehingga mendorong masyarakat untuk melakukan aktivitas penambangan rakyat itu.

"Kebanyakan pemuda setempat, mantan kombatan yang tidak memiliki pekerjaan. Maka dengan adanya tambang rakyat ini mereka dapat bekerja di sana, dan mendapatkan rezeki untuk dibawa pulang ke rumah," kata Iskandar.

Penjelasan Iskandar itu disampaikan saat menjadi narasumber tamu by phone dalam talkshow Radio Serambi FM 90,2 Mhz, Kamis (26/4/2018), membahas Salam (Editorial) Harian Serambi Indonesia berjudul 'Perlu Keberanian Tertibkan Sumur Minyak Masyarakat'.

Kebakaran sumur minyak di Kabupaten Aceh Timur pada Selasa (25/4/2018) dini hari. (Grid.ID)

Hadir sebagai narasumber internal dalam talkshow bertajuk Cakrawala itu adalah Sekretaris Redaksi Harian Serambi Indonesia, Bukhari M Ali yang dipandu host, Dosi Elfian.

Iskandar menyebutkan, dalam sumur yang dibor tersebut mempekerjakan sebanyak 10 orang.

Pekerja yang bertugas menarik minyak dan memasukkannya ke dalam drum diberi upah Rp 100 ribu hingga Rp 200 ribu per drum.

"Bayangkan saja pemuda di sini yang pengangguran dan mereka mendapatkan pekerjaan, efeknya peningkatan perekonomian di Peureulak jauh lebih drastis dibanding periode-periode lainnya," tambahnya.

Apabila ada perbaikan-perbaikan di kemudian hari, diharapkan pemerintah harus sigap dan tanggap untuk campur tangan dan mengorganisir kelompok-kelompok petani tambang rakyat ini.

Hal itu dilakukan agar tidak memunculkan efek seperti yang terjadi kemarin, Rabu (25/4/2018) di Kecamatan Ranto Peureulak yang hingga kini korban yang meninggal terus bertambah.

Akibat sumur minyak yang selama ini dikuasai warga secara tradisional meledak yang kemudian menyemburkan minyak bersama api setinggi pohon kelapa.

Baca: PN Tangerang Putuskan Bong Parnoto dan PT Rajawali Parama Konstruksi Tak Bersalah

"Masyarakat yang meninggal bukan saja dari Ranto Peureulak, tapi juga ada dari kecamatan lain. Artinya tidak hanya masyarakat Ranto Peureulak yang menggantungkan harapannya di sektor ekonomi riil pertambangan rakyat ini. Namun masyarakat dari kecamatan lain yang juga menggantungkan harapannya di sektor tersebut," kata Iskandar Usman Al Farlaky.

Kedalaman 240 Meter
Terpisah, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh, Akmal Husen yang didampingi staf geologi, Mukhlis mengatakan, lokasi kejadian ledakan sumur migas di Desa Pasir Putih itu merupakan wilayah kerja pengeboran migas PT Pertamina EP Aset I Field Rantau.

Berdasarkan hasil peninjauan, observasi, dan wawancara dengan masyarakat sekitar lokasi kebakaran, jumlah pipa yang masuk ke dalam sumur gas yang menyemburkan api itu mencapai 40 batang pipa lebih, atau sekitar 240 meter kedalaman pengeborannya.

Lokasi sumur yang mengeluarkan api itu, menurut laporan masyarakat yang selamat dari ledakan sumur migas tersebut, adalah pengeboran yang paling dalam.

Sumur minyak di Dusun Bhakti, Gampong Pasir Putih, Kecamatan Ranto Peureulak, Aceh Timur, Rabu (25/4/2018) dini hari sekitar pukul 01.30 WIB terbakar (Serambi Indonesia)

Sebelumnya, pada kedalaman pengeboran 80 meter sudah ke luar minyak mentah.

Menurut Akmal, pada pengeboran migas sedalam 200 meter akan menemukan cebakan gas atau tumpukan-tumpukan minyak mentah, berisi gas mudah terbakar, yang tidak ekonomis untuk dieksploitasi/produksi untuk sebuah bisnis migas skala menegah ke atas.

"Ini terbukti, masa semburan gas apinya, tidak lama. Belum sampai 48 jam, semburan api gasnya sudah padam, tanpa dilakukan pemadaman. Makanya Pertamina meninggalkan lokasi itu, untuk tidak dieksploitasi/produksi," kata dia.

Akmal Husin mengatakan, pihaknya bersama perwakilan Pertamina EP I Ranto Peureulak, Pak Rizal, Pemkab Aceh Timur, Polres, Dandim, dan Tim Kementerian Menko Polhukam dari Jakarta, terus akan melakukan observasi kembali ke lapangan.

Sampai diketahui faktor penyebab ledakan dan semburan api dari sumur gas baru yang dibor warga Desa Pasir Putih, Kecamatan Ranto Peureulak, Aceh Timur.

Menurut hasil observasi lapangan pihak Pertamina EP I Ranto, ada ratusan lobang sumur baru bekas pengeboran migas warga di kawasan dekat lokasi sumur migas yang terbakar dan meledak tersebut.

Jarak antara satu lubang dengan lubang lainnya, cukup dekat antara 30 - 50 meter.

Baca: Perampok Semprotkan Gas Air Mata ke Petugas Pembawa Uang ATM Sebelum Bawa Kabur Rp 1,8 Miliar

Bagi masyarakat pencari minyak mentah tradisional, kata Akmal, mereka tidak memikirkan akibat bahaya dari tindakannya.

Yang mereka pikirkan adalah bagaimana bisa dapat minyak mentah, kemudian dijual dengan harga Rp 600.000 per drum (220 liter).

Hasilkan Rp 12 Juta
Menurut pengakuan anggota masyarakat setempat, kepada Tim Geologi ESDM yang melakukan wawancara kepada keluarga korban yang selamat, satu lubang pengeboran minyak mentah dengan kedalaman 80 - 100 meter, bisa mendapat 10 - 20 drum minyak tanah.

Ini artinya mereka bisa mendapat uang Rp 6 hingga Rp 12 juta.

Minyak mentah itu dijual kepada pihak luar untuk diolah menjadi berbagai jenis bahan bakar.

Antara lain, jadi minyak solar, minyak tanah dan bensin secara manual.

Mengenai semburan api dan gas dari lubang sumur gas, staf geologi Dinas ESDM Aceh, Mukhlis mengatakan, itu adalah trap gas, yaitu cebakan/cekungan gas yang dangkal yang potensi migasnya tidak ekonomis untuk dieksploitasi.

Menurutnya, sistem pengeboran tidak dilakukan sesuai kaidah atau prosedur.

Misalnya, menutup sumur bor dengan rapi dan mengukur tekanan gas yang sewaktu-waktu bisa meledak.

"Dari fakta yang kita temukan di lapangan, hal itu tidak dilakukan, melainkan minyak mentah yang ke luar dari sumur baru migas yang di bor, dialirkan begitu saja di atas permukaan tanah," kata dia.

Untuk minyak mentah yang pertama ke luar, biasanya mengeluarkan gas yang terbakarnya.

Akibatnya, terjadi ledakan api dari dalam sumur, hingga merenggut 19 orang korban jiwa meninggal dunia, lima unit rumah terbakar dan melukai 41 orang, yang kini sedang dirawat di berbagai rumah sakit di Aceh Timur, Langsa, Banda Aceh, dan Medan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini